BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya mencari
kelebihan dan kekurangan sesuatu untuk menemukan kebenaran (kritik) adalah hal
yang wajar berlaku dalam studi ilmiah. Demikian pula terhadap hadis dan para
ulama hadis. Kajian hadis dan ulama hadis juga menuai kritik, baik dari
kalangan Islam sendiri maupun dari orang-orang non-Islam.
Jika di kalangan Islam, kritik hadis bertujuan untuk mengetahui
mana hadis yang diterima (maqbul) dan mana yang tertolak (mardud),
untuk diketahui pula apakah hadis tersebut dapat dijadikan dasar ajaran Islam
atau tidak, maka lain halnnya dengan kritik yang datang dari orang non-Islam. Mereka
(non-Islam) melakukan kritik terhadap hadis dengan tujuan mencari kesalahan dan
kelemahan, untuk digunakan sebagai alat melemahkan Islam.
Mereka yang melakukan
kajian dunia Timur (Islam) secara umum, baik Timur Dekat maupun Timur Jauh,
baik dalam bidang bahasa, sastra, peradaban, maupun agamanya, ini kemudian
dikenal dengan istilah orientalis.[1]
Dalam makalah ini akan membahas
salah satu tokoh yang bernama Arent Jan Wensinck. Seperti apa biografi
hidupnya, bagaimana kritik dan pemikirannya tentang hadis, dan yang berkaitan
dengannya dan hadis yang sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah hidup A. J. Wensinck ?
2. Apa
pemikiran A. J. Wensick ?
3. Metode
apa yang dia guanakan A. J. Wensinck ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi A. J. Wensick
Arent Jan Wensinck dilahirkan 7
Agustus 1882 di Arlanderveen, negeri di Belanda bagian selatan. Dia lahir dari
pasangan Johan Herman Wensick, seorang pendeta di Gereja Protestan Belanda, dan
Anna Sara Geertuida Vermeer. Wensick lahir dilingkungan gereja protestan.
Ayahnya adalah seorang pendeta yang hal tersebut mempengaruhi kepribadiannya.
Hal ini tampak pada Wensinck muda yang mengikuti jejak ayahnya yabg menjadi
seorang pendeta. Oleh kaena itu setelah lulus dari Gymnasium, kota Amersfort,
kemudian dia melanjutkan di UniversitasUtrecht sebagai mahasiswa teologi pada
tahun 1901.[2]
Tetapi setahun kemudian Wensinck
merubah minat studinya, dari teologi menjadi studi bahasa-bahasa Semit Fakultas
Sastra di Universitas yang sama di bawah bimbingan M.T. Houtsma (1850-1943).
Tidak didapat informasi yang menjelaskan tentang perubahan minatnya ini. Sejak
saat itu ia mencurahkan seluruh perhatian intelektualnya pada studi
bahasa-bahasa tersebut. Perhatian seriusnya ini dibuktikannya dengan meraih
predikat terpuji. Wensinck berhasil meraih gelar Litt. D (Doctor
of literature: Doktor bidang kesastraan) bidang bahasa dan
sastra Semit dengan predikat cumlaude setelah berhasil
mempertahankan disertasinya yang berjudul “Mohammed en de Joden te Madina”
di hadapan penguji C. Snouck Hurgronje.
Wensinck pernah memegang sejumlah
jabatan di beberapa lembaga ilmiah dan proyek-proyek akademis internasional
penting. Pada 10 Oktober 1917 Wensinck tercatat menjadi anggota Koninklijke
Nederlanse Akademie van Wetenschapen (KNAW) hingga tahun
1938. Pada 6 Oktober 1933 ia diangkat menjadi salah satu dari lima orientalis
anggota Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Malaki, Kairo,
Mesir. Tetapi, kurang dari empat bulan kemudian, pada 24 Januari 1934 Wensinck
diberhentikan dari keanggotaan lembaga kerajaan Mesir tersebut atas tekanan dan
protes kalangan Muslim ortodoks-radikal Mesir karena tulisan-tulisan
kritis-konvensialnya dalam Da’irah al- Ma’arif al-Islamiyah.
Di samping itu, Wensinck juga
terlibat dalam pengerjaan dua proyek ilmiah internasional, yakni
penyusunan The Encyclopedia of Islam, lima volume edisi pertama,
edisi bahasa Inggris dan Perancis (1913-1938) sebagai editor dan sekaligus
kontributor dan Concordance et Indices de Malik, le Musnad de Hanbal
(Al-Mu’jam al- Mufahras fi Alfaz al-Hadis an-Nabawi). Wensinck juga
pernah menjabat sebagai sekretaris Goeje Foundation dan, bahkan, pada 1928,
menjabat rektor Universitas Leiden.
Pada
tahun-tahun terakhirnya, Wensinck mencurahkan perhatiannya pada penelitian
tentang Perjanjian Baru dalam latar belakang bahasa Agama dan aktif terlibat
sebagai anggota dalam kegiatan liturgy Gereja Protestan Belanda pada 1939,
beberapa saat sebelum meninggal. Setelah sekian lama menderita
sakit, akhirnya Wensinck meninggal dunia pada 19 September 1939, dalam usia 57
tahun.
B. Pemikiran A. J. Wensick
Karena pembahasan kali ini adalah
mengenai studi hadis, kami akan mencoba menggambarkan pemikiran seorang
orientalis bernama Arent Jan Wensinck dalam memandang hadits. Menurut Wensinck,
urgensi studi hadis terletak pada fungsinya sebagai alat untuk memahami Islam
dan kaum Muslim dengan lebih mudah. Selain itu bagi Wensinck
sendiri, sebagai seorang sarjana pengkaji sejarah Islam, fungsi hadis sebagai
sumber utama sejarah Islam sangat penting. Kekayaan informasi yang dikandung
hadits akan sangat berguna bagi para sejarawan yang akan meneliti dan menulis
sejarah Islam.
Persoalan pertama tentang hadis yang
menarik perhatian Wensinck adalah persoalan yang menyangkut bahwa apakah matan
hadits berasal dari dalam ajaran Islam sendiri atau dari pengaruh berbagai
unsur, ajaran, dan tradisi di luar Islam. Dan,menurut
Wensinck, sebagian hadits (untuk tidak menyebutkan semua) tidak otentik karena
ia berasal dan diambil dari berbagai ajaran dan tradisi di luar Islam, yakni
utamanya, Yahudi dan Kristen. Doktrin-doktrin Kristen telah menyusup secara
besar besaran kedalam perkataan Nabi Muhammad saw. Tidak hanya ajaran-ajaran
Kristen, hampir seluruh ajaran Yudaisme, terutama ajaran tentang eskatologi dan
kosmologinya, telah merasuki hadits.
Seperti yang
diungkapkan Wensinck sendiri dalam karyanya The Importance of
Tradition for Study of Islam :
“Moslem tradition is however a term wich in Arabic
is expressed not by one but by two words, hadith and sunna.
The former denotes a communication or a tale in our case the oral or
sribal translation of the saying or actions mentioned; the latter means
"use" and "tradition", in our case the exemplar way in
which Mohammed used to act and to speak. So hadith is the form,
sunna the matter. Tradition as to its form is Jewish. According to the
Jewishconception the Law was revealed ....”[3]
Salah
satu bukti dalam hal ini (hadis terkontaminasi dari budaya sebelum Islam itu
sendiri) adalah bahwa Ka’ab al-Akhbar, seorang Muslim yang sebelumnya beragama
Yahudi, telah meriwayatkan cerita-cerita dan legenda-legenda yang terkandung
dalam Perjanjian Lama (israiliyyat) ke dalam hadis. Bahkan,
lebih jauh Wensinck menambahkan bahwa Helenisme juga telah masuk ke dalam hadis.
Jadi, menurut Wensinck hadis merupakan
komposisi campur-aduk antara
ajaran-ajaran dan tradisi-tradisi yang
dihisap dari Kristen, Yahudi, Yunani
(Helenisme) dan Romawi. Persepsi Wensinck tentang hadits tersebut di muka,
boleh jadi terbentuk oleh latar belakang keilmuan yang dikuasainya. Ia mampu
mengkombinasikan berbagai varian dan spesialisasi dalam kajian
sejarah agama-agama.
Dengan penguasaan yang mendalam
terhadap sejarah agama-agama Semit, Wensinck mampu menghubungkan fakta-fakta
sejarah dan tradisi-tradisi antar agama. Wensinck dengan leluasa
melakukan cross-check otentisitas sebuah matan hadis dengan
kebenaran sejarah. Pendeknya, untuk mengetahui otentik-tidaknya sebuah hadis,
dalam arti sejauh mana orisinalitas dan genuinitas matan sebuah hadis sebagai
produk ajaran Islam, Wensinck melakukan ‘kritik’ terhadap sebuah matan hadis
dengan kenyataan dan fakta-fakta
sejarah, tradisi-tradisi dan ajaran-ajaran agama-agama pendahulu Islam.
Contoh sederhana yang diberikan
Wensinck dalam hal ini adalah tiga riwayat hadis tentang pengkafanan jenazah.
Menurutnya, tiga riwayat ini mencerminkan evolusi tiga tradisi pengkafanan
jenazah yang berbeda, yakni: tradisi kaum Semit kuno, Yahudi, dan Kristen
Syiria. Otentisitas hadis juga menyangkut persoalan apakah sebuah hadis
benar-benar berasal dari ucapan Nabi atau buatan para generasi setelahnya.
Wensinck memandang bahwa hadis, yang dianggap kata-kata Muhammad (logia
Muhammadis) sebenarnya adalah cermin dari sejarah pemikiran Islam
selama abad pertama Hijriyah. Di tempat lain, Wensinck juga menyebut hadis
sebagai hasil pergulatan teologis generasi sahabat.[4]
Wensinck menyatakan bahwa hadis
adalah sumber utama untuk apa yang disebutnya sebagai history of dogma
and law. Karena hampir tidak ada sebuah pandangan yuridis maupun teologis
yang tidak dijustifikasi oleh hadis. Dengan demikian, bagi Wensinck, hadis
merupakan sumber informasi utama bagi perkembangan awal teologi Islam.
C. Metode Kajian Hadis Wensinck
Sebagai seorang doktor sastra, dalam
penelitiannya, Wensinck menggunakan metode higher criticism, salah satu
cabang dari analisis sastra (literary analysis), yang dikenal
dengan ‘kritik sejarah’ (historical criticism) yang berupaya
mengungkap orisinalitas sebuah teks (kajian filologi). Secara
khusus, fokus analisis higher criticism tertuju pada sumber-sumber
sebuah dokumen (teks) dan pada upaya menentukan pengarang (author),
waktu (period) dan tempat (place) penulisan dan materi
asal teks tersebut.
Sebagai seorang sejarawan, Wensinck
menggunakan metode penelitian sejarah atau lebih dikenal dengan istilah ‘metode
sejarah’ (historical method), yakni serangkaian teknik dan
pedoman hal mana para sejarawan menggunakan sumber sumber primer sejarah dan
fakta-fakta lainnya untuk meneliti sejarah dan kemudian menulisnya. Dengan
kombinasi antara ‘metode sejarah’ ditambah dengan pengetahuannya tentang
Yahudi, Kristen, Helenisme, dan Islam, Wensinck menunjukkan evolusi
doktrin-doktrin Islam.[5]
Mekanisme kritik Wensinck terhadap
hadits adalah dengan cara menghadapkan hadis dengan data-data sejarah dari
berbagai tradisi agama Semit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arent Jan Wensinck dilahirkan 7
Agustus 1882 di Arlanderveen, negeri di Belanda bagian selatan. Dia menempuh
pendidikan di Universitas Utrecht pada tahun 1901.
A. J. Wensinck menganggap hadis
adalah landasan hukum Islam yang bersumber pada perpaduan antara hukum-hukum
yang telah ada pada agama-agama sebelumnya (Kristen, Yahudi, Helenisme, dan
sebagainya).
Metode yang digunakan oleh A. J. Wensinck
adalah metode higher criticism, salah satu
cabang dari analisis sastra (literary analysis), yang dikenal
dengan ‘kritik sejarah’ (historical criticism) yang berupaya
mengungkap orisinalitas sebuah teks (kajian filologi).
Demikian
mekalah ini dibuat. Semoga bermafaat bagi para pembaca yang mau membacanya.
Terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kritik
Syarifuddin, M. Anwar. 2011. Kajian
Orientalis Terhadap Al-qur’an dan Hadis. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Wensinck, A.J.1921. The
Importance of Tradition for Study of Islam. The Moslem World.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar