PERIODE TIGA
KERAJAAN BESAR (TURKI USMANI, SAFAWI DAN MUGHAL)
I.
PENDAHULAN
Kesempurnaan ajaran Islam telah
berhasil membuat perubahan besar bagi peradaban manusia. Sejarah mencatat,
sejak ajaran yang dibawa Muhammad saw tersebut disampaikan kepada umat manusia,
mampu membuat kemajuan disemua bidang kehidupan, bukan hanya bidang duniawi
semata tetapi juga bidang social budaya, mental dan spiritual. Bangsa Arab,
tempat diturunkannya ajaran Islam, sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang
diliputi zaman jahiliyah, setelah Islam datang mereka mampu tampil menjadi
bangsa yang berperadaban dan meraih kehidupan yang maju serta menjadi pelopor
di antara bangsa-bangsa yang lain.
Madinah sebagai awal terbentuknya masyarakat yang menerapkan kehidupan yang dijiwai dengan ajaran Islam, dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, dilanjutkan oleh Khulafa al-Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abasiyah hingga keberbagai wilayah di permukaan bumi, termasuk dinasti Turki Usmani, dinasti Mughal dan dinasti Safawiyah.
Makalah ini akan mencoba membahas tiga dinasti terakhir yang tersebut di atas, perkembangannya, kemajuan-kemajuan yang dicapai pada zamannya masing-masing serta kemundurannya dari berbagai sumber yang dapat menjelaskannya. Dalam pembahasan ini penulis mulai dari dinasti Kerajaan Turki Usmani kemudian Kerajaan Mughal dan terakhir Kerajaan Safawi dengan pertimbangan dari yang paling lama keberadaannya dan paling besar.
Madinah sebagai awal terbentuknya masyarakat yang menerapkan kehidupan yang dijiwai dengan ajaran Islam, dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, dilanjutkan oleh Khulafa al-Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abasiyah hingga keberbagai wilayah di permukaan bumi, termasuk dinasti Turki Usmani, dinasti Mughal dan dinasti Safawiyah.
Makalah ini akan mencoba membahas tiga dinasti terakhir yang tersebut di atas, perkembangannya, kemajuan-kemajuan yang dicapai pada zamannya masing-masing serta kemundurannya dari berbagai sumber yang dapat menjelaskannya. Dalam pembahasan ini penulis mulai dari dinasti Kerajaan Turki Usmani kemudian Kerajaan Mughal dan terakhir Kerajaan Safawi dengan pertimbangan dari yang paling lama keberadaannya dan paling besar.
II.
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Turki Usmani
1. Sejarah Perkembangannya
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh
Usman (memerintah antara tahun 1290 – 1326), ia anak dari Ertoghrul yang
merupakan keturunan kabilah Oghuz di daerah Mongol. Karena jasanya dalam
membantu Raja Alaudin, raja kerajaan Seljuk dalam merebut wilayah Bizantium,
maka ia diberi tanah di daerah Asia Kecil. Setelah Raja Alaudin tewas akibat
serangan tentara Mongol, Usman menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas
daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dan
raja pertamanya Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setapak demi setapak Usman
memperluas wilayahnya dengan menduduki wilayah Bizantium dan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian pada tahun 1326 kota tersebut dijadikan ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H/ 1326 M- 761 H/ 1359 M) berhasil
menaklukkan Azmir (Smirna) pada tahun 1327 M< kemudian Thawasyanli tahun
1330 M, wilayah Uskandar tahun 1338 M, Ankara tahun 1354 M, dan Gailpoli tahun
1356 M di Eropa berhasil diduduki kerajaan Turki Usmani.
Perluasan wilayah diteruskan oleh
pengganti Orkhan yaitu Murad I (memerintah tahun 761 H/ 1359 M- 789 H/ 1389 M)
antara lain Macedonia, Sopia, Salonia, Yunani dan Adrianopel yang kemudian
dijadikan ibu kota kerajaan. Ketika akan menaklukkan Konstantinopel, masa
pemerintahan raja Bayazid, terjadi pertempuran hebat antara tentara Mongol yang
dipimpin oleh Timur Lenk yang saat itu menduduki Asia Kecil. Tentara Turki
Usmani mengalami kekalahan, Raja Bayazid dan puteranya Musa ditawan hingga
tewas di dalam tahanan tahun 1403.2 Pemerintahan diteruskan oleh anak Bayazid
yaitu Muhammad I (1403 – 1421 M). Ia berusaha menyatukan kembali kerajaan
setelah diserang oleh tentara Mongol. Usahanya tersebut diteruskan oleh Murad
II (1421 – 1451 M).
Pada masa pemerintahan Muhammad II
atau disebut Muhammad al-Fatih (1451 – 1481) mampu mengalahkan Bizantium dan
Konstantinopel hingga menguasai wilayah Balkan. Perluasan ke wilayah timur
meliputi Iran, Mekah, Madinah, dan Arabia. Sedangkan diselatan berhasil
menguasai Afrika bagian utara. Saat itu Turki Usmani mengalami masa
kejayaannya. Sepeninggal Muhammad al-Fatih diteruskan oleh Bayazid II (1481 –
1512 M), kemudian diteruskan oleh Sultan Salim I (1512 – 1520 M). Pada saat itu
wilayah kekuasaan mencapai Persia, Syiria hingga wilayah dinasti Mamalik di
Mesir. Usaha Sultan Salim I diteruskan oleh Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M).
Ia berhasil merebut wilayah Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest
hingga Yaman. Secara keseluruhan wilayah Turki Usmani meliputi Asia Kecil,
Armenia, Irak, Syiria, Hejaz dan Yaman di Asia, di Afrika meliputi Mesir,
Libya, Tunis, dan Aljazair, di Eropa mencakup Yugoslavia, Albania, Hongaria,
dan Rumania.
2. Kemajuan yang di Capai
a. Bidang
Politik dan Militer
Kemajuan kerajaan Turki Usmani bukan
hanya karena factor pemimpinnya, tapi juga factor lain sebagai karakter
rakyatnya, seperti keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan
militernya yang sanggup bertempur kapan saja dan dimana saja. Pasukan militer
yang tangguh itu terdiri dari gabungan orang-orang Turki, para budak, dan
anak-anak Kristen yang dididik dalam asrama. Program ini disebut Jennisari atau
Inkisyariyah. Selain pasukan militer tersebut juga dilengkapi dengan pasukan
penyerbu di wilayah perbatasan yang digaji dengan pembebasan pajak. Kemajuan
bidang militer ini terjadi pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520 –
1566).
Pada abad ke-16 hampir semua wilayah
muslim di Timur Tengah menjadi bagian kekuasaan dinasti Turki Usmani, sehingga
diklaim sebagai sebuah kekhalifahan Abbasiyah. Karena itu, sejak kepemimpinan
Sultan Salim, para penguasa Usmani bergelar khalifah. Sultan memegang kekuasaan
tertinggi dibantu oleh Perdana Menteri (yang disebut Shadr al-A’zham) yang
membawahi Gubernur (Pasya).
Urusan pemerintahan pada masa Sultan
Sulaiman I diatur dengan sebuah kitab Undang-undang (Qanun) yang diberi nama
Multaqa al-Abhur, dan berlaku hingga datangnya reformasi pada abad ke-19.
b. Bidang
Ilmu Pengetahuan, Budaya dan Agama
Bangsa Turki Usmani banyak
menghasilkan seni arsitektur Islam, tetapi kurang dalam bidang ilmu
pengetahuan, sehingga dalam catatan sejarah tidak ditemukan ilmuwan terkenal.
Masjid Jami’ Muhammad al-Fatih, Mesjid Agung Sulaiman, dan Mesjid Sultan
al-Anshari terkenal dengan hiasan kaligrafi yang indah. Masjid Aya Sofia yang mulanya
gereja merupakan yang paling indah kaligrafinya sebagai penutup gambar-gambar
Kristiani yang ada sebelumnya. Ada satu prestasi pembangunan yang sangat
berpengaruh bagi dunia yaitu Terusan Suez, yang dibuka pada tahun 1285 H/ 1868
M, ketika Abdul Azis bin Mahmud berkuasa.
Dalam bidang keagamaan Turki Usmani
juga tidak tampak kemajuan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku berupa
syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya klasik.
B. Kerajaan
Mughal di India
1. Sejarah dan Perkembangannya
Kata “Mughal” dalam bahasa Parsi adalah panggilan bagi bangsa Mongol dan
turunan Mongolia. Dinasti Mughal (1256 – 1858 M) merupakan kekuasaan Islam
terbesar di anak benua India, yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (932-937
H/1526-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Sedangkan menurut Ahmad
al-Usyairi, dia adalah pengawal Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza,
penguasa Ferghana, sedangkan ibunya adalah keturunan Jenghis Khan. Kekuasaannya
meliputi daerah India, Pakistan, Bangladesh dan Kashmir sekarang.
Kekuasaan dinasti Mughal India
memberi sumbangan berarti bagi perluasan kekuasaan politik Islam di anak benua
India. Setelah memproklamasikan dinasti tersebut Babur segera melakukan
penaklukan terhadap beberapa gubernur, seperti Mahmud Lodi (1529 M), pemimpin
dinasti Sayid di Delhi, dan menjadikan Delhi sebagai ibukota kerajaan. Menyusul
kemudian penguasa Bengal, Nusrat Syah.
Pada tahun 1530 M Babur meninggal
dunia dalam usia 48 tahun. Ia telah meninggalkan kerajaan dengan wilayah yang
luas. Sebagai pengganti adalah anaknya bernama Humayun (1530 – 1540 M, dan 1555
– 1556 M). Sepuluh tahun memerintah, ia dikalahkan oleh Syair Syah, raja
Afghanistan, dan mengasingkan diri ke Persia selama lima belas tahun.
Pada tahun 1555 M, Humayun berhasil membalas kekalahannya dan merebut kembali
Delhi dari kekuasaan Syair Syah. Setahun kemudian ia meninggal dunia,
digantikan oleh anaknya yakni Akbar Khan (1556-1605 M).
Nama lengkapnya Jalaluddin Akbar.
Sewaktu naik tahta baru berusia 15 tahun, sehingga dalam menjalankan
pemerintahan ia dibantu oleh Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masanya, seluruh
wilayah India, Bangladesh, Afghanistan, Sind, dan Khasmir berhasil dikuasainya.
Tetapi saying, dalam bidang agama dia telah menyimpang dari akidah Islam dan
merugikan Islam. Ia mendukung tarekat Chistiyah yang mentolerir bentuk sintesa
Hinduisme dan Islam dan melancarkan suatu cara pemujaan yang disebut Din Ilahi,
atau agama ketuhanan, dengan sang Kaisar sebagai guru besar sufi tersebut.
Setelah Akbar, maka penguasa
selanjutnya adalah Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar. Jahangir penganut
ahlussunah wal Jama’ah. Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan berbagai
pemberontakan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh
Kurram, puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram
menangkap dan menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha permaisuri, permusuhan
ayah dan anak dapat didamaikan.
Setelah Jahangir meninggal, Kurram
naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin Muhammad Syah Jehan Padshah Ghazi.
Syah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya diwarnai dengan timbulnya
pemberontakan dan perselisihan dikalangan keluarga sendiri. Seperti dari
adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore. Namun
pemberontakan itu dapat diselesaikannya dengan baik.
Pada tahun 1657 M, Syah Jehan jatuh sakit dan mulai
timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena ingin saling menjadi
kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang karena telah
berhasil mengalahkan saudara-saudaranya Dara, Sujak, Murad.
Aurangzeb adalah penguas Mughal yang
berbeda dengan pendahulunya. Ia mengubah kebijakan yang cenderung tidak
kooperatif dengan umat Hindu. Diantara kebijakannya adalah melarang minuman
keras, perjudian, prostitusi dan penggunaan narkotika (1659 M). Aurangzeb juga
melarang pertunjukan music di Istana, membebani non muslim dengan poll-tax,
yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih (1668 M), menyuruh perusakan
kuil-kuil Hindu dan mensponsori pengkodifikasian hokum Islam yang dikenal
dengan Fatawa Alamgiri.
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut
kemarahan orang-orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan
dimasanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat, pemberontakan itu pun dapat
dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika Aurangzeb
meninggal (1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan
terjadi pemberontakan oleh golongan Hindu.
Setelah Aurangzeb meninggal (1707
M), maka dinasti Mughal ini dipimpin oleh Sultan-sultan yang lemah yang tidak
dapat mempertahankan eksistensi kesultanan. Pada tahun 1152 H/ 1739 M, Nadir
Syah dari Iran menyerbu India hingga menduduki Delhi. Pada tahun 1162 H/1748 M,
raja Afghanistan, Ahmad Syah al-Abdali juga menyerang India dan berhasil
merebut Lahore, Delhi dan wilayah lainnya. Setelah itu, raja-raja Mughal
hidup dibawah kekuasaan orang-orang Hindu atau Inggris, hingga kaisar terakhir
Bahadur Syah diasingkan ke Burma pada tahun 1275 H/1858 M hingga meninggal.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal.
2. Kemajuan yang di Capai
a. Dinamika
Sosial Keagamaan
Penduduk mayoritas di anak benua
India beragama Hindu, Muslim merupakan kelompok minoritas. Mereka tidak
membentuk sebuah komunitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai kelompok etnik,
nasab, dan sejumlah kelas penduduk. Muslim India membentuk sejumlah badan
keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat sufi, dan
persekutuan terhadap ajaran syaikh, ulama, dan wali individual.
Pada dinasti Mughal berkembang
Thariqat Naqshabandiyah, Qadiriyah, Thariqat Chistiyah, Akbar mendukung
thariqat Chistiyah yang mentolerir beberapa bentuk pemujaan yang dinamakan Din
Ilahi, atau agama ketuhanan yang merupakan sintesa antara Hinduisme dan Islam,
dimana sang raja dipandang sebagai guru besar dari thariqat tersebut. Thariqat
Chistiyah dibentu berdasarkan pandangan religius pribadi sang guru pendiri dan
kebaktian pribadi dari pada muridnya.
b. Dinamika
Pemerintahan dan Sosial Politik
Sistem pemerintahan dinasti Mughal
adalah militeristik. Pemerintah pusat dipegang oleh Sultan yang bersifat
diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh sipah salar atau kepala
komandan, sedangkan sub distrik dipegang oleh faudjar (komandan).
Jabatan-jabatan sipil juga memakai jenjang militer dimana para pejabatnya
diwajibkan mengikuti latihan militer.
Sistem yang menonjol adalah politik
”Sulakhul” atau toleransi universal, yang diterapkan oleh Akbar. Dengan politik
ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan
etnis dan agama. Secara umum politik “Sulakhul” ini berhasil menciptakan
kerukunan masyarakat India yang sangat beragam suku dan keyakinannya. Lembaga
yang merupakan produk dari sistem politik “Sulakhul” adalah terciptanya
Din Ilahi, yaitu menjadikan semua agama yang ada di India menjadi satu.
Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan adanya penyatuan agama
ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Usaha lain Akbar
adalah membentuk mansabdharis, yaitu lembaga public service yang
berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah
pasukan tertentu. Lembaga ini merupakan satu kelas penguasa yang terdiri dari
berbagai etnis yang ada, yaitu Turki, Afghan, Persia dan Hindu.
c. Bidang
Ekonomi dan Keuangan
Pada masa kerajaan ini dikenal
beberapa macam pajak seperti pajak atas tanah, bea cukai dan lain-lain. Selain
itu kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama
pertanian untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas.
Di samping pertanian, pemerintah juga memajukan industri tenun berkembang
menjadi pabrik tekstil pada masa Aurangzeb.
d. Dinamika
Intelektual (Pendidikan dan Pengetahuan)
Dinasti Mughal juga banyak
memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri dinasti ini
banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan, bahkan
istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Pada masa Mughal,
tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang
guru.
Pada masa Syah Jehan didirikan
sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika
pemerintah dipegang oleh Aurangzeb. Di bidang ilmu agama berhasil
dikodifikasikan hukum Islam yang di kenal dengan sebutan fatawa I Alamgiri.
Dokter-dokter pengarang besar abad
17 pada masa Mughal India adalah Dara Shukuh yang mengarang kedokteran Dara
Shukuh, yang merupakan ensiklopedia medis besar terakhir dalam Islam. Ia juga
dikenal sebagai seorang sufi.
e. Bidang
Arsitektur , Bahasa dan Sastra
Hasil karya seni dan arsitektur
Mughal sangat terkenal dan bisa dinikmati sampai sekarang. Cirri yang menonjol
dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan
kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan cirri ini antara lain :
benteng merah (Lah Qellah,), istana-istana makam kerajaan dan yang paling
mengagumkan adalah Taj Mahal.29 Taj Mahal adalah kuburan isteri Syah
Jehan yang meninggal terlebih dahulu. Kemudian dia juga dikuburkan disana
setelah wafat.
Bahasa Urdu pernah dijadikan bahasa
ilmu pengetahuan, diantaranya karangan Ikhwanus Shofa disalin ke dalam bahasa
Urdu. Bahasa Urdu ini kemudian banyak dipakai di India dan Pakistan hingga
sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayashi, dengan
karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung kebajikan
jiwa manusia. Sastrawan lain adalah Abu Fadhl yang juga sejarawan. Karyanya
berjudul Akbar Nama dan Ain-I-Akhbari, yang mengupas sejarah Mughal berdasarkan
figur pimpinannya.
C. Kerajaan
Syafawi
1. Sejarah Perkembangannya
Dinasti Syafawi dirintis oleh
seorang tokoh sufi yang bernama Ishaq Shafi al-Din (w.1334 M). Ia mewarisi
ayahnya Firuz Syah yang juga pemimpin sufi di wilayah Persia. Ia tinggal di
Ardabil, Azerbaijan, dan memimpin sebuah tarekat yang disebut Syafawiyah. Ia
berhasil membawa gerakan sufi menjadi gerakan sosial yang berpengaruh tidak
hanya di Persia, tetapi juga di Syuriah dan Anatolia.31 Perjuangannya
diteruskan oleh puteranya bernama Sadr al-Din, yang memimpin tarekat tersebut
dari tahun 1334-1391 M. Berikutnya, tarekat Syafawi dipegang oleh Ibrahim,
kemudian diteruskan oleh anaknya bernama Junaid (1447-1460), keadaan telah
berubah. Sepeninggalnya, gerakan sufi ini menjadi sebuah kekuatan politik yang
berpengaruh dan menjelma menjadi dinasti baru yang berkuasa dari tahun
1501-1722.32 Nama Syafawi dijadikan sebagai nama dinasti ini.
Pemerintahan Kerajaan Syafawi adalah
pemerintahan Syi’ah. Penguasa pertamanya yakni Ismail bin Haidar (907-930 H/
1502-1523 M) dan menjadikan Tibriz sebagai ibukotanya. Daerah kekuasaannya
meliputi seluruh wilayah Iran, Bashrah, Khurasan, Afghanistan, dan
negeri-negeri Furot. Sekitar sepuluh tahun pada awal pemerintahannya, ia
manfaatkan dengan memantapkan mazhab Syiah sebagai aliran Negara. Di samping
itu, ia memperluas kerajaannya meliputi Persia. Pada tahun 1503 M tentara
Ismail berhasil melakukan penaklukan terhadap propinsi Kaspia di Mazandaran,
Gurgan, Yazdshirvan, dan Samarqand. Pada tahun 1510 M ia melakukan peperangan
dengan raja Turkistan. Dalam peperangan itu, ia memperoleh kemenangan.
Sepeninggal Ismail, raja-raja yang
menggantikannya tidak begitu berarti dalam mengembangkan kerajaan Syafawi,
seperti Syah Tahmasib (1524-1576 M) dan Mahmud (1577-1587 M).
Raja yang dianggap paling berjasa
dalam memulihkan kebesaran Kerajaan Syafawi, sekaligus membawanya kepuncak
kemajuan adalah Syah Abbas yang berkuasa pada tahun 1587-1629 M. Usaha-usaha
yang dilakukan oleh Syah Abbas antara lain :
a. Melengkapi pasukan Qizilbash dengan pasukan baru dari kalangan budak berasal dari tawanan perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia, dan Sircassia.
a. Melengkapi pasukan Qizilbash dengan pasukan baru dari kalangan budak berasal dari tawanan perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia, dan Sircassia.
b. Mengadakan hubungan dengan dua
penasehat militer Inggris, Sir Antony dan Sir Robert Sherley untuk memperkuat
tentara dalam rangka mengusir Portugis di Hurmuz.
c. Memindahkan ibukota kerajaan ke
Isfahan.
2. Kemajuan yang di Capai
a. Dinamika
Politik dan Militer
Kemajuan politik yang telah dicapai
tergambar dalam perluasan wilayahnya yang mencakup daerah Khurasan sebelah
Timur, sekitar laut Kaspia di sebelah Utara, Asia Kecil di sebelah Barat, dan
Kepulauan Hormuz disebelah Selatan. Kekuatan militer dinasti Syafawi yang
militan baik dari pasukan inti Qizalbash maupun Ghulam merupakan faktor yang
dominan bagi perluasan wilayah. Adapun faktor lain yang mendukungnya antara
lain :
1. Besarnya
ambisi para raja untuk mewujudkan kerajaan besar dibawah kekuasaan aliran
Syiah.
2. Gencarnya
melakukan propaganda ajaran Syiah.
3. Lemahnya
kontrol militer daerah yang berada dibawah kekuasaan Turki Usmani maupun Mongol
karena jauh dari pusat kekuasaan mereka masing-masing.
4. Lihainya
para raja dalam melakukan strategi perang.
b. Dinamika Ekonomi dan Pembangunan
Syafawiyah mampu membangun
proyek-proyek mercusuar. Misalnya istana, masjid-masjid yang indah, jembatan
besar, taman, dan lain-lain. Ketika Abbas wafat di Isfahan terdapat 162 masjid,
48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.38 Mereka juga dapat
memajukan industry permadani, brokad (kain sutera), porselin, memajukan seni
lukis, dekorasi, dan seni arsitektur. Berkat dikuasainya kepulauan Hurmuz dan
pelabuhan Gumbrun, maka Syafawi menguasai jalur perdagangan antara Timur dan
Barat, yang diperebutkan Belanda, Inggris dan Perancis, sepenuhnya dikuasai
Syafawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar