Minggu, 05 Juni 2016

A. J. Wensinck



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya mencari kelebihan dan kekurangan sesuatu untuk menemukan kebenaran (kritik) adalah hal yang wajar berlaku dalam studi ilmiah. Demikian pula terhadap hadis dan para ulama hadis. Kajian hadis dan ulama hadis juga menuai kritik, baik dari kalangan Islam sendiri maupun dari orang-orang non-Islam.
Jika di kalangan Islam, kritik hadis bertujuan untuk mengetahui mana hadis yang diterima (maqbul) dan mana yang tertolak (mardud), untuk diketahui pula apakah hadis tersebut dapat dijadikan dasar ajaran Islam atau tidak, maka lain halnnya dengan kritik yang datang dari orang non-Islam. Mereka (non-Islam) melakukan kritik terhadap hadis dengan tujuan mencari kesalahan dan kelemahan, untuk digunakan sebagai alat melemahkan Islam.
Mereka yang melakukan kajian dunia Timur (Islam) secara umum, baik Timur Dekat maupun Timur Jauh, baik dalam bidang bahasa, sastra, peradaban, maupun agamanya, ini kemudian dikenal dengan istilah orientalis.[1]
Dalam makalah ini akan membahas salah satu tokoh yang bernama Arent Jan Wensinck. Seperti apa biografi hidupnya, bagaimana kritik dan pemikirannya tentang hadis, dan yang berkaitan dengannya dan hadis yang sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah hidup A. J. Wensinck ?
2.      Apa pemikiran A. J. Wensick ?
3.      Metode apa yang dia guanakan A. J. Wensinck ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi A. J. Wensick
Arent Jan Wensinck dilahirkan 7 Agustus 1882 di Arlanderveen, negeri di Belanda bagian selatan. Dia lahir dari pasangan Johan Herman Wensick, seorang pendeta di Gereja Protestan Belanda, dan Anna Sara Geertuida Vermeer. Wensick lahir dilingkungan gereja protestan. Ayahnya adalah seorang pendeta yang hal tersebut mempengaruhi kepribadiannya. Hal ini tampak pada Wensinck muda yang mengikuti jejak ayahnya yabg menjadi seorang pendeta. Oleh kaena itu setelah lulus dari Gymnasium, kota Amersfort, kemudian dia melanjutkan di UniversitasUtrecht sebagai mahasiswa teologi pada tahun 1901.[2]
Tetapi setahun kemudian Wensinck merubah minat studinya, dari teologi menjadi studi bahasa-bahasa Semit Fakultas Sastra di Universitas yang sama di bawah bimbingan M.T. Houtsma (1850-1943). Tidak didapat informasi yang menjelaskan tentang perubahan minatnya ini. Sejak saat itu ia mencurahkan seluruh perhatian intelektualnya pada studi bahasa-bahasa tersebut. Perhatian seriusnya ini dibuktikannya dengan meraih predikat terpuji. Wensinck berhasil meraih gelar Litt. D (Doctor of literatureDoktor bidang kesastraan) bidang bahasa dan sastra Semit dengan predikat cumlaude setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Mohammed en de Joden te Madina” di hadapan penguji C. Snouck Hurgronje.
Wensinck pernah memegang sejumlah jabatan di beberapa lembaga ilmiah dan proyek-proyek akademis internasional penting. Pada 10 Oktober 1917 Wensinck tercatat menjadi anggota Koninklijke Nederlanse Akademie van Wetenschapen (KNAW) hingga tahun 1938. Pada 6 Oktober 1933 ia diangkat menjadi salah satu dari lima orientalis anggota Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Malaki, Kairo, Mesir. Tetapi, kurang dari empat bulan kemudian, pada 24 Januari 1934 Wensinck diberhentikan dari keanggotaan lembaga kerajaan Mesir tersebut atas tekanan dan protes kalangan Muslim ortodoks-radikal Mesir karena tulisan-tulisan kritis-konvensialnya dalam Da’irah al- Ma’arif al-Islamiyah.
Di samping itu, Wensinck juga terlibat dalam pengerjaan dua proyek ilmiah internasional, yakni penyusunan The Encyclopedia of Islam, lima volume edisi pertama, edisi bahasa Inggris dan Perancis (1913-1938) sebagai editor dan sekaligus kontributor dan Concordance et Indices de Malik, le Musnad de Hanbal (Al-Mu’jam al- Mufahras fi Alfaz al-Hadis an-Nabawi). Wensinck juga pernah menjabat sebagai sekretaris Goeje Foundation dan, bahkan, pada 1928, menjabat rektor Universitas Leiden.
Pada tahun-tahun terakhirnya, Wensinck mencurahkan perhatiannya pada penelitian tentang Perjanjian Baru dalam latar belakang bahasa Agama dan aktif terlibat sebagai anggota dalam kegiatan liturgy Gereja Protestan Belanda pada 1939, beberapa saat sebelum meninggal. Setelah sekian lama menderita sakit, akhirnya Wensinck meninggal dunia pada 19 September 1939, dalam usia 57 tahun.

B. Pemikiran A. J. Wensick
Karena pembahasan kali ini adalah mengenai studi hadis, kami akan mencoba menggambarkan pemikiran seorang orientalis bernama Arent Jan Wensinck dalam memandang hadits. Menurut Wensinck, urgensi studi hadis terletak pada fungsinya sebagai alat untuk memahami Islam dan kaum Muslim dengan lebih mudah. Selain itu bagi Wensinck sendiri, sebagai seorang sarjana pengkaji sejarah Islam, fungsi hadis sebagai sumber utama sejarah Islam sangat penting. Kekayaan informasi yang dikandung hadits akan sangat berguna bagi para sejarawan yang akan meneliti dan menulis sejarah Islam.
Persoalan pertama tentang hadis yang menarik perhatian Wensinck adalah persoalan yang menyangkut bahwa apakah matan hadits berasal dari dalam ajaran Islam sendiri atau dari pengaruh berbagai unsur, ajaran, dan tradisi di luar Islam. Dan,menurut Wensinck, sebagian hadits (untuk tidak menyebutkan semua) tidak otentik karena ia berasal dan diambil dari berbagai ajaran dan tradisi di luar Islam, yakni utamanya, Yahudi dan Kristen. Doktrin-doktrin Kristen telah menyusup secara besar besaran kedalam perkataan Nabi Muhammad saw. Tidak hanya ajaran-ajaran Kristen, hampir seluruh ajaran Yudaisme, terutama ajaran tentang eskatologi dan kosmologinya, telah merasuki hadits.
Seperti yang diungkapkan Wensinck sendiri dalam karyanya The Importance of Tradition for Study of Islam :
“Moslem tradition is however a term wich in Arabic is expressed not by one but by two words, hadith and sunna. The former denotes a communication or a tale in our case the oral or sribal translation of the saying or actions mentioned; the latter means "use" and "tradition", in our case the exemplar way in which  Mohammed used to act and to speak. So hadith is the form, sunna the matter. Tradition as to its form is Jewish. According to the Jewishconception the Law was revealed ....”[3]
Salah satu bukti dalam hal ini (hadis terkontaminasi dari budaya sebelum Islam itu sendiri) adalah bahwa Ka’ab al-Akhbar, seorang Muslim yang sebelumnya beragama Yahudi, telah meriwayatkan cerita-cerita dan legenda-legenda yang terkandung dalam Perjanjian Lama (israiliyyat) ke dalam hadis. Bahkan, lebih jauh Wensinck menambahkan bahwa Helenisme juga telah masuk ke dalam hadis.
Jadi, menurut Wensinck hadis merupakan komposisi campur-aduk antara ajaran-ajaran dan tradisi-tradisi yang dihisap dari Kristen, Yahudi, Yunani (Helenisme) dan Romawi. Persepsi Wensinck tentang hadits tersebut di muka, boleh jadi terbentuk oleh latar belakang keilmuan yang dikuasainya. Ia mampu mengkombinasikan berbagai varian dan spesialisasi dalam kajian sejarah agama-agama.
Dengan penguasaan yang mendalam terhadap sejarah agama-agama Semit, Wensinck mampu menghubungkan fakta-fakta sejarah dan tradisi-tradisi antar agama. Wensinck dengan leluasa melakukan cross-check otentisitas sebuah matan hadis dengan kebenaran sejarah. Pendeknya, untuk mengetahui otentik-tidaknya sebuah hadis, dalam arti sejauh mana orisinalitas dan genuinitas matan sebuah hadis sebagai produk ajaran Islam, Wensinck melakukan ‘kritik’ terhadap sebuah matan hadis dengan kenyataan dan fakta-fakta sejarah, tradisi-tradisi dan ajaran-ajaran agama-agama pendahulu Islam.
Contoh sederhana yang diberikan Wensinck dalam hal ini adalah tiga riwayat hadis tentang pengkafanan jenazah. Menurutnya, tiga riwayat ini mencerminkan evolusi tiga tradisi pengkafanan jenazah yang berbeda, yakni: tradisi kaum Semit kuno, Yahudi, dan Kristen Syiria. Otentisitas hadis juga menyangkut persoalan apakah sebuah hadis benar-benar berasal dari ucapan Nabi atau buatan para generasi setelahnya. Wensinck memandang bahwa hadis, yang dianggap kata-kata Muhammad (logia Muhammadis) sebenarnya adalah cermin dari sejarah pemikiran Islam selama abad pertama Hijriyah. Di tempat lain, Wensinck juga menyebut hadis sebagai hasil pergulatan teologis generasi sahabat.[4]
Wensinck menyatakan bahwa hadis adalah sumber utama untuk apa yang disebutnya sebagai history of dogma and law. Karena hampir tidak ada sebuah pandangan yuridis maupun teologis yang tidak dijustifikasi oleh hadis. Dengan demikian, bagi Wensinck, hadis merupakan sumber informasi utama bagi perkembangan awal teologi Islam.

C. Metode Kajian Hadis Wensinck
Sebagai seorang doktor sastra, dalam penelitiannya, Wensinck menggunakan metode higher criticism, salah satu cabang dari analisis sastra (literary analysis), yang dikenal dengan ‘kritik sejarah’ (historical criticism) yang berupaya mengungkap orisinalitas sebuah teks (kajian filologi). Secara khusus, fokus analisis higher criticism tertuju pada sumber-sumber sebuah dokumen (teks) dan pada upaya menentukan pengarang (author), waktu (period) dan tempat (place) penulisan dan materi asal teks tersebut.
Sebagai seorang sejarawan, Wensinck menggunakan metode penelitian sejarah atau lebih dikenal dengan istilah ‘metode sejarah’ (historical method), yakni serangkaian teknik dan pedoman hal mana para sejarawan menggunakan sumber sumber primer sejarah dan fakta-fakta lainnya untuk meneliti sejarah dan kemudian menulisnya. Dengan kombinasi antara ‘metode sejarah’ ditambah dengan pengetahuannya tentang Yahudi, Kristen, Helenisme, dan Islam, Wensinck menunjukkan evolusi doktrin-doktrin Islam.[5]
Mekanisme kritik Wensinck terhadap hadits adalah dengan cara menghadapkan hadis dengan data-data sejarah dari berbagai tradisi agama Semit.
















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Arent Jan Wensinck dilahirkan 7 Agustus 1882 di Arlanderveen, negeri di Belanda bagian selatan. Dia menempuh pendidikan di Universitas Utrecht pada tahun 1901.
A. J. Wensinck menganggap hadis adalah landasan hukum Islam yang bersumber pada perpaduan antara hukum-hukum yang telah ada pada agama-agama sebelumnya (Kristen, Yahudi, Helenisme, dan sebagainya).
 Metode yang digunakan oleh A. J. Wensinck adalah metode higher criticism, salah satu cabang dari analisis sastra (literary analysis), yang dikenal dengan ‘kritik sejarah’ (historical criticism) yang berupaya mengungkap orisinalitas sebuah teks (kajian filologi).
Demikian mekalah ini dibuat. Semoga bermafaat bagi para pembaca yang mau membacanya. Terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kritik
Syarifuddin, M. Anwar. 2011. Kajian Orientalis Terhadap Al-qur’an dan Hadis. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Wensinck, A.J.1921. The Importance of Tradition for Study of Islam. The Moslem World.



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kritik
[2] Ed. M. Anwar Syarifuddin. 2011. Kajian Orientalis Terhadap Al-qur’an dan Hadis. Hlm. 123
[3] A.J.Wensinck, The Importance of Tradition for Study of Islam, The Moslem World, 1921, hal.239
[4] M. Anwar Syariffuddin, Op.Cit,  hlm. 125
[5] Ibid, hlm 125

Tidak ada komentar:

Posting Komentar