Minggu, 05 Juni 2016

Latar Belakan Sejarah Pra-Islam dan Perjuangan Nabi



Nama   : Khanif Al-Fajri (134111017)
Judul   : Latar Belakang Sejarah Pra-Islam dan Perjuagan Nabi

BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Sudah seyogyanya, penulisan tentang sejarah dan kebudayaan Islam oleh ahli-ahli sejarah Barat maupun Timur diawali dengan uraian tentang sejarah bangsa Arab pra-Islam. Hal ini memang terasa sangat relevan, mengingat negeri dan bangsa Arab adalah yang pertama kali mengenal dan menerima Islam. Adalah suatu fakta bahwa agama Islam di turunkan di Jazirah Arab, karena itu sudah barang tentu bangsa Arablah yang pertama kali mendengar, menghayati dan mengenal Islam.
Sebab itu terasa penting untuk mengetahui keadaan masyarakat Arab pra-Islam itu bagi penelaahan sejarah kebudayaan Islam dalam hal ini adalah sejarah kelahiran Islam dan kondisi masyarakat Arab pra-Islam, yang lazim disebut “zaman jahiliyyah”.
Sejarah perkembangan masyarakat bangsa Arab dalam kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam. Bangsa Arab adalah suatu bangsa yang diasuh dan dibesarkan oleh Islam; dan sebaliknya Islam didukung dan dikembangluaskan oleh bangsa Arab
Konteks kenyataan inilah yang menarik untuk mengetahui keadaan bangsa Arab pra-Islam itu yang berkaitan dengan aspek-aspek perjalanan sejarah mereka, seperti asal-usul, cara hidup penduduk, jenis-jenis bangsa Arab, agama dan kepercayaan, adat-istiadat, dll.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kondisi masyarakat saat itu sebelum datangnya islam ?
2.      Bagaimana proses perjuangan Nabi ketika menyebarkan islam ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Saat Itu Sebelum Datangnya Islam
1. Masyarakat Arab jahiliyah
Masyarakat Arab, sebelum kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh. Jahiliyyah biasanya dikaitkan dengan masa sebelum Rasulullah SAW lahir. Sesungguhnya kata Jahiliyyah sendiri adalah mashdar shina’iy yang berarti penyandaran sesuatu kepada kebodohan. Kebodohan menurut Manna’ Khalil al-Qathtan ada tiga 3 makna, yaitu:
·         Tidak adanya ilmu pengetahuan (makna asal).
·         Meyakini sesuatu secara salah
·         Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak mengerjakan yang seharusnya dia kerjakan.
Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal-bakal masyarakat Islam. Jika masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah, masyarakat Arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban sesederhana pun peradaban itu. Seorang pujangga Arab Syiria, Jarji Zaidan, membagi masa jahiliyah kepada dua masa yakni:
1.      Arab Jahiliyyah pertama (Al Arabul Jahilliyatul Ula) yaitu zaman sebelum sejarah sampai abad lima masehi
2.       Arab Jahiliyah kedua (Al Arabul Jahiliyatus Tsaniyah) yaitu dari abad kelima masehi sampai lahir Islam.[1]

2. Agama bangsa Arab pra-Islam
Masyarakat Mekkah jahiliyah dulu menyembah patung (berhala). Tiga patung Tuhan yang terkenal di Mekkah  adalah Manat, al-lat dan al-Uzza. Tor Andrea berkata, “Persembahan buat ketiganya sudah berlangsung lama”. Dengan menilik namanya, Manat yang dipuja oleh suku Hudhail yang suka perang dan mengarang puisi yang tinggal di Selatan Mekkah nampaknya menjadi model Dewa Perempuan yang menentukan nasib dan keberuntungan. Ia menyerupai dewa Yunani Tyehe Soteria, yaitu salah sdatu anak perempuan Zeus. Pembebas dan penolong manusia di laut dalam peperangan dan dalam pertemuan umum.[2]
Patung Tuhan lain, Al-Lat telah dikenal pada masa Heroditas, yang menamainya Al-ilat. Sebenarnya Al-Lat bermakna “Dewi”. Dalam prasasti Nabatean, “ibu dari para dewa “ juga disebut Al-Lat. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa dalam sejarah Arab Al-Lat mempunyai kedudukan sebagai dewi Semit dari garis ibu, Kesuburan dan langit terutama di kawasan Semit Barat. Jadi, jelas bahwa Tuhan-tuhan ini tidak mungkin berasal dari Mekkah tetapi impor dari Utara. Patung Tuhan yang ketiga, Al-Uzza pada masa Nabi adalah yang paling sering disembah diantara ketiganya. Nama “Uzza” berarti “perkasa” atau “terhormat”. Tempat pemujaan Al-Uzza berada di Nakla, beberapa mil disebelah utara Mekkah. Waqidi menceritakan kepada kita bahwa pada tahun kedelapan setelah Hijrah, MUHAMMAD mengutus Khalid sang pemberani dengan diiringi  30 pasukan berkuda untuk menghancurkan tempat tersebut. Ketika ia sedang menebang pohon aksia yang menutupi patung itu, seorang wanita kulit hitam tanpa busana dengan rambut tergulung mendekatinya, dan pendetanya yang berada didekatnya berteriak “Jangan takut Uzza pertahankan dirimu”. Pertama-tama Khalid merasa takut tetapi kemudian ia memberanikan diri dan dengan sekali tebasan pandangnya ia memenggal kepala Uzza.[3]
Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwa ketiga Tuhan itu adalah perempuan dan ketiganya dikaitkan dengan ritus kesuburan tanah atau pemujaa ibu yang berasal dari wilayah Utara atau negara-negra Mediterranian, sementara di Mekah sebagaimana yang kita ketahui sistem Patriarki lebih menonjol sehingga sistem matrinial secara struktural tidak menjadi  bagian dari masyarakat. Al-Quran mengakui adanya sistem patriarki tersebut dan mengkritik tuhan-tuhan perempuan, “bagaimana mereka bisa mengatakan Dia mempunyai anak, dan Allah itu perempuan?  Sunggguh itu adalah perkataan yang keliru”. Sebagaimana yang telah kita lihat di mekkah sistem patriarki lebih menonjol dan hal ini telah berlangsung sejak dulu. Dalam masyarakat seperti ini dimana superioritas laki-laki telah berlangsung lama. Tuhan-tuhan ini tak mungkin dipuja dalam upacara meminta kesuburan. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dikemukakan adalah bahwa tuhan-tuhan itu berasal  dari daerah yang disitu pertanian menonjol yaitu kawasan subur di Utara.

B. Perjuangan Nabi dalam Menyebarkan Agama Islam
1. Secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Di samping itu, juga banyak orang yang masuk islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal awwalun (orang-orang yang terlebih dahulu masuk islam), mereka adalah Utsman bin Affan, Zubair binAwwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya di jadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam).[4]
Setelah tiga tahun melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, beliau akhirnya melakukan dakwah secara terang-terangan. Karena beliau mendapat perintah dari Allah dalam Q.S. al-Hijr: 94-95, yang artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah, karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraiys. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
·         Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan BaniAbdul Mutholib
·         NabiMuhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya
·         Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya atau pun mengakui serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat
·         Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama islam
·         Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang rezki.[5]

3. Beberapa upaya yang dilakukan kaum Quraisy dalam menggagalkan dakwah Nabi
Dengan masuk islamnya Hamzah (salah satu paman NabiMuhammad) merupakan titik klimaks bahaya yang dirasakan oleh pihak Quraisy. ’Utbabin Rabi’a mengajukan beberapa tawaran kepada Muhammad, namun beliau menolaknya dengan Q.S. Fussilat : 1-5, yang artinya : “Haa Miim. Diturunkan dari tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasaArab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya) maka mereka tidak (kamu) mendengarkan. Meraka berkata, ‘Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan diantara kami dan kamu ada dinding, bekerjalah kamu; sesungguhnya kamu bekerja (Pula)”.[6]
Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah nabi Muhammad, namun selalu gagal, baik secara diplomatic dan bujuk rayu maupun tindakan-tindakan secara fisik. Puncak dari segala cara itu adalah dengan diberlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad saw berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, dan merupakan tindakan yang paling melemahkan umat islam pada saat itu. Pemboikotan ini baru berhenti setelah kaum Quroisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sangat keterlaluan.[7]
Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad saw, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir yaitu paman beliau, Abu Tholib, dan istri tercinta beliau, Khodijah. Peristiwaitu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedian bagi Nabi Muhammad saw. Sehingga dinamakan Amul Khuzn.
4. Hijrah Nabi
Di mekah dakwah NabiMuhammad saw Mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya Nabi memutuskan untuk berdakwah di luar mekah. Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini semua hampir menyebabkan Nabi Muhammad saw. Putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian itu. Berita tentang isyra’ dan mi’raj ini menggemparkan masyarakat makkah. Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi Muhammad saw. Sedangakan bagi orang yang beriman ini merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya jumlah penduduk Yastrib (Madinah) untuk berhaji ke Mekah. Mereka berdiri dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Ausdan Khazraj yang masuk islam dalam tiga gelombang. Pada gelombang pertama pada tahun kesepuluh kenabian, mereka datang untuk memeluk agama islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk mendamaikan permusuhan antara keduasuku. Mereka kemudian mendakwahkan Islam di Yastrib. Gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian mereka datang kembali menemui nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “Aqabah pertma”, yang berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian ke Yatsrib sebagai juru dakwah disertai oleh Mus’ab bin Umair yang di utus oleh nabi untuk berdakwah bersama mereka. Gelombang ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, mereka datang kembali kepada nabi untuk hijrah ke Yastrib. Mereka akan membai’at nabi sebagai pemimpin. Nabipun akhirnya menyetujui usul mereka untuk berhijrah. Perjanjian ini di sebut perjanjian  “Aqabah kedua” karena terjadi pada tempat yang sama.[8]
Akhirnya Nabi Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yatsrib. Dan ketika sampai disana, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama Yatsrib di ubah menjadi Madinah. Dan di sinilah Nabi mendapat dukungan dalam dakwahnya, hingga beliau akhirnya dapat menakhlukkan kota Mekah.



DAFTAR PUSTAKA
Aen Nurul, M.A. 1996. Pengantar Sejarah dan PeradabanIslam. Bandung: Pustaka Setra.

Andrea, Tor. 1956. Mohammad, the Man and His Faith. London.

http://sejarah masyarakat jahiliyah pra-islam.12/03/2014.20:31.html.
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja.


[1] http://sejarah masyarakat jahiliyah pra-islam.12/03/2014.20:31.html
[2] Tor Andrea, Mohammad, the Man and His Faith, hlm. 17-18
[3] Ibid, 17-18
[4] Prof. Dr. H.Nurul Aen, M.A.Pengantar Sejarah dan Peradaban Islam. (Bandung:Pustaka Setra.) Hlm.24
[5] Prof. Dr. H.Nurul Aen, M.A. Pengantar Sejarahdan Peradaban Islam.(Bandung:Pustaka Setra.) Hlm.27
[6] Q.S. 41:1-5
[7] Dr.Badri Yatim,M.A.Sejarah Peradaban Islam.(Jakarta: Rajawali Press,2010).Hlm.23
[8] Nurul Aen, M.A. Pengantar Sejarah dan Peradaban Islam.(Bandung: Pustaka Setra.) Hlm.33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar