Minggu, 05 Juni 2016

Rene Descartes



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti mencintai dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan.[1] Sedang secara terminologi filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar atas sesuatu yang juga dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seorang yang sadar dan berfikir dewasa dalam segala sesuatu secara mendalam. Perkembanagan filsafat berawal dari zaman Yunani kuno sampai zaman modern.[2]
Jika pada pembahasan sebelumnya kita tetang mempelajari berbagai macam aliran filsafat beserta tokoh-tokohnya, maka kita akan membahas tokoh filsafat yang agak berbeda dari para filosof sebelumnya. Kita telah mempelajari para filosof alam seperti Thales, Anacimandros, Parmanindes, Heraclitus, Democritus dan yang lainnya. Para filosof Athena, yang merupakan para filosof terbesar di dunia, seperti Socrates, Plato dan Aristhoteles. Para filosof pada masa Hellinisme seperti Epicuros, Stosisme, Skeptitisme dan Plotinus. Kemudian para filsuf pada masa Skolastik seperti Thomas Aquinas.
Pada makalah ini kita akan membahas seorang filsuf dari zaman yang berbeda dari para filsuf yang sudah disebutkan di atas. Jika kita sudah membahas tentang filsafat alam, filsafat etika, filsafat praktis, dan filsafat skolastik, maka kali ini kita akan membahas tentang filsafat modern. Dan ia juga yang dijuliki sebagai “bapak filsuf modern”. Selaamt menikmati.

B. Rumusan Masalah
1.      Siapakah Rena Descartes itu ?
2.      Bagaimanakah pemikiran-pemikirannya ?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Rene Descartes
Di desa La Haye-lah tahun 1596 lahir jabang bayi Rene Descartes, atau yang lebih dikenal dengan Cartesius, filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche. Begitu umur dua puluh dia dapat gelar ahli hukum dari Universitas Poitiers walau tidak pernah mempraktekkan ilmunya samasekali. Meskipun Descartes peroleh pendidikan baik, tetapi dia yakin betul tak ada ilmu apa pun yang bisa dipercaya tanpa matematik. Karena itu, bukannya dia meneruskan pendidikan formalnya, melainkan ambil keputusan kelana keliling Eropa dan melihat dunia dengan mata kepala sendiri. Berkat dasarnya berasal dari keluarga berada, mungkinlah dia mengembara kian kemari dengan leluasa dan longgar.[3] Dari tahun 1616 hingga 1628, Descartes betul-betul melompat ke sana kemari, dari satu negeri ke negeri lain. Dia masuk tiga dinas ketentaraan yang berbeda-beda (Belanda, Bavaria dan Honggaria), walaupun tampaknya dia tidak pernah ikut bertempur samasekali.
Kemudian dia pindah ke Belanda pada tahun 1629 hingga tahun 1649. Di Belanda dia merasa nyaman dikarenakan dapat menyelesaikan karyanya tanpa terganggu. Diantara karya-karya yang termashur adalah Discours de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya, metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt).
Pada tahun 1649, dia dipanggil oleh Ratu Christina dari Swedia yang meminta dirinya untuk memberi pelajaran kepada ratu setiap harinya. Pemanggilan ini diawali korespondensi yang dilakukannya kepada ratu melalui Chanut, seorang duta besar Prancis untuk Stockholm. Selanjutnya Chanut terserang penyakit dan Descartes merawatnya hingga sembuh. Tetapi setelah itu giliran Descartes yang sakit yang akhirnya menyebabkan meninggal dunia pada bulan Februari 1650.[4]
Descartes tidak pernah menikah akan tetapi dia memiliki seorang anak di luar nikah yang meninggal pada umur 5 tahun. Selama hidupnya, Descartes selalu berpakaian rapi dan juga selalu membawa sebilah pedang. Dia bukanlah orang yang tekun, dia hanya bekerja dan sedikit membaca.[5]
Descartes adalah seorang filosof yang bercorak renaissance. Dia adalah tokoh filsafat yang dijuluki sebagai “bapak filsafat modern”. Ia mendapat julukan tersebut karena ia-lah yang pertama kali membangun filsafat yang berdiri atas kepercayaan diri sendiri yang dihasilhan oleh pengetahuan akliah pada zaman modern.

B. Pemikiran-Pemikiran Rene Descartes
1. Rasionalisme
Rasonalisme adalah paham filsafat yang menekankan bahwa akal adalah alat untuk memperoleh dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain akal sebagai sumber dari pengetahuan. Yang berarti mendahului atau lebih tinggi dan terlepas dari persepsi-persepsi indera.[6] Berlatar belakang seorang matematikus yang merupakan ilmu pasti dan sangat mengandalkan akalnya, Cartesius berpendapat bahwa akal adalah sumber pengetahuan, bukan bersumber pada doktrin-doktrin agama yang bersifat spekulatif, yang pada saat itu merupakan paham yang paling berpengaruh.[7] Pada masa itu lebih kita kenal dengan zaman skolastik.
Tujuan Descartes adalah untuk mendapat kejelasan tentang segala sesuatu. Dan hal itu hanya bisa dicapai menggunakan akal untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk, bukan yang lainnya.[8]
Dalam aliran rasionalisme pikiran bersifat pasti dan tidak seluruhnya ditentukan oleh apa yang ada di luar akal. Karena apa yang ada di luar akal dapat berubah-ubah. Seperti halnya pandangan Galilei tentang gerak benda pada ruang kosong tidak terpengaruhi oleh berat benda. Pandangan itu jauh melampaui Aristoteles dan itu bukan disebabkan oleh kualitas mata yang lebih baik atau kecepatan benda itu yang berubah akan tetapi disebabkan pengetahuan yang berbeda.[9]

2. Keraguan (Cogito)
Metode ini adalah metode yangg ia gunakan untuk berfilsafat. Descartes memulai dengan meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia meragukan segala sesuatu yang dapat diindera. Ia meragukan badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena adanya pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan pengalaman roh halus.
Pada langkah awal ia dapat meragukan semua yang dapat diindera. Dari semua yang dapat diindera, ada sesuatu yang muncul. Yang selalu muncul itu adalah gerak, jumlah, dan besaran (volume). Setelah ia mengujinya, iapun dapat meragukannya.[10]
Hanya ada satu yang tak bisa diragukan lagi. Tak seorangpun bahkan iblispun tak bisa menipu kita. Apa itu ? yaitu: bahwa aku ragu-ragu (aku meragukan segala sesuatu). Aku ragu-ragu atau aku berfikir, dan oleh karena aku berfikir maka aku ada (cogito ergo sum).
Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filsafat yang pertama (primum philosophicum). Aku berada karena aku berfikir. Jadi aku ada adalah sesuatu yang berfikir, suatu subtansi yang seluruh tabiat dan hakekatnya terdiri dari pikiran dan yang untuk berada tidak memerlukan suatu tempat atau suatu bersifat bendawi. Cogito (aku berfikir) adalah pasti, sebab cogito adalah jelas dan terpilah-pilah. Ciri khas kebenaran yang dapat dipastikan adalah “jelas dan terpilah-pilah”.[11]

4. Ketuhanan
Dalam pemikirannya tentang Tuhan, Descrates memulai dengan pertanyaan benarkah ada Tuhan? Siapakah Tuhan yang ada itu?. Dari pertanyaan itu dia mulai mencari tahu sendiri tanpa berpegang pada yang lain dan menjatuhkan pertanyaan itu padam dirinya sendiri sehingga mendapatkan jawaban:
a.       Waktu saya merasa diri saya sendiriberada dalam kekurangan, saya merasa ada zat yang benar-benar sempurna. Dan ketika itu juga saya mau tidak mau harus mengakui bahwa perasaan itu ditanamkan oleh zat yang sempurna itu, yang tidak ada kekurangan sedikitpun, dan zat itu adalah Tuhan.
b.      Saya tidak dapat menjadikan diri saya sendiri. Sebab jika saya menjadikan diri saya sendiri, pastilah saya akan memberikan segala kesempurnaan pada diri saya. Karena saya tidak bisa memberi kesempurnaan itu, maka itu adalah tanda bahwa bukan saya yang menjadikan diri saya.[12]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan segala sesuatu yang sudah jelas dan terang (terpilah-pilah) adalah benar pula. Hal ini sudah menjamin tentang adanya Tuhan, sebab mustahil bahwa gambaran-gambaran yang jelas dan terang benerang sebagaimana telah ditanamkan ke dalam jiwa kita oleh Tuhan (Tuhan sendiri merupakan kebenarannya) adalah gambaran-gambaran yang tidak jelas. Jadi adanya Tuhan itu merupakan suatu hal yang pasti.[13]






















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rene Descartes adalah filosof dari`Prancis. Ia adalah seorang filosof yang bercorak renaissance. Ia juga dijuluki sebagai bapak filsafat modern dan juga filosof beraliran rasionalisme.
Rasonalisme adalah paham filsafat yang menekankan bahwa akal adalah alat untuk memperoleh dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain akal sebagai sumber dari pengetahuan.
Inti pemikiran Rene Descartes adalah aku ragu-ragu, atau aku berfikir, oleh karena aku berfikir maka aku ada. Hal ini lebih terkenal ddengan metode cogito.
Descartes menjamin tentang adanya Tuhan, sebab mustahil bahwa gambaran-gambaran yang jelas dan terang benerang sebagaimana telah ditanamkan ke dalam jiwa kita oleh Tuhan (Tuhan sendiri merupakan kebenarannya) adalah gambaran-gambaran yang tidak jelas. Jadi keberadaan Tuhan itu hal yang pasti.
Mungkin hanya ini makalah tentang Rene Descartes yang dapat kami persembahkan. Makalah jauhlah dari kata sempurna. Karena kurangnya pengetahuan kami. Untuk itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca.













DAFTAR PUSTAKA

Brouwer, M.A.W. dan M. Puspa Heryadi. 1986. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman. Bandung: Alumni
Gaarder, Jostein. 2006. Dunia Shopie. Bandung: PT Mizan Pustaka
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius
Hart, Michael H. 1978. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
Ismail, Fu’ad Farid dan Mutawalli Abdul Hamid. 2012. Cara Mudah Belajar Filsafat Barat dan Islam. Yogyakarta: Ircisod
M, A. Epping O. F. Dkk. 1983. Filsafat Ensie. Bandung: Jemmars
Russel, Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Penulis Rosda. 1995. Kamus Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Wiramiharja, Sutardjo A.. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama
Ya’kub, Hamzah. 1984. Filsafat Ketuhanan.  Bandung:  Alma’arif



[1] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramiharja, Psi. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama. Hlm.9-10
[2] Fu’ad Farid Ismail dan Mutawalli Abdul Hamid. 2012. Cara Mudah Belajar Filsafat Barat dan Islam. Yogyakarta:Ircisod. Hlm.18
[3] Michael H. Hart. 1978. Diterjemahkan oleh H. Mahbub Junaidi. 1982. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. ebook
[4] Jostein Gaarder. 2006. Dunia Shopie. Bandung: PT Mizan Pustaka. Hlm.258
[5] Bertrand Russel. 2002. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm.732-734
[6] Tim Penulis Rosda. 1995. Kamus Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Hlm.277-278
[7] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. 2003. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Hlm.128
[8] Ibid. Hlm.129
[9] Drs. M.A.W. Brouwer dan M. Puspa Heryadi, B. Ph. 1986. Sejarah Filsafat Barat Modern dan Sezaman. Bandung: Alumni.  hlm.53
[10] Prof. Dr. Ahmad Tafsir. Op.Cit. hlm.129-131
[11] Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.21
[12] Dr. Hamzah Ya’kub. 1984. Filsafat Ketuhanan.  Bandung:  Alma’arif. hlm.58
[13] Dr. A. Epping O. F. M. Dkk. 1983. Filsafat Ensie. Bandung: Jemmars. Hlm.210

Tidak ada komentar:

Posting Komentar