BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Yunani,
yaitu philos yang berarti mencintai dan sophia yang berarti
kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan.[1]
Sedang secara terminologi filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar atas sesuatu yang juga
dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seorang yang sadar
dan berfikir dewasa dalam segala sesuatu secara mendalam. Perkembanagan
filsafat berawal dari zaman Yunani kuno sampai zaman modern.[2]
Jika pada pembahasan sebelumnya kita tetang mempelajari
berbagai macam aliran filsafat beserta tokoh-tokohnya, maka kita akan membahas
tokoh filsafat yang agak berbeda dari para filosof sebelumnya. Kita telah
mempelajari para filosof alam seperti Thales, Anacimandros, Parmanindes,
Heraclitus, Democritus dan yang lainnya. Para filosof Athena, yang merupakan
para filosof terbesar di dunia, seperti Socrates, Plato dan Aristhoteles. Para
filosof pada masa Hellinisme seperti Epicuros, Stosisme, Skeptitisme dan Plotinus.
Kemudian para filsuf pada masa Skolastik seperti Thomas Aquinas.
Pada makalah ini kita akan membahas seorang filsuf dari
zaman yang berbeda dari para filsuf yang sudah disebutkan di atas. Jika kita
sudah membahas tentang filsafat alam, filsafat etika, filsafat praktis, dan
filsafat skolastik, maka kali ini kita akan membahas tentang filsafat modern.
Dan ia juga yang dijuliki sebagai “bapak filsuf modern”. Selaamt menikmati.
B. Rumusan Masalah
1.
Siapakah Rena
Descartes itu ?
2.
Bagaimanakah pemikiran-pemikirannya
?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Rene Descartes
Di desa La Haye-lah tahun 1596 lahir jabang bayi
Rene Descartes, atau yang lebih
dikenal dengan Cartesius, filosof, ilmuwan,
matematikus Perancis yang tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College
La Fleche. Begitu umur dua puluh dia dapat gelar ahli hukum dari Universitas
Poitiers walau tidak pernah mempraktekkan ilmunya samasekali. Meskipun
Descartes peroleh pendidikan baik, tetapi dia yakin betul tak ada ilmu apa pun
yang bisa dipercaya tanpa matematik. Karena itu, bukannya dia meneruskan
pendidikan formalnya, melainkan ambil keputusan kelana keliling Eropa dan
melihat dunia dengan mata kepala sendiri. Berkat dasarnya berasal dari keluarga
berada, mungkinlah dia mengembara kian kemari dengan leluasa dan longgar.[3] Dari
tahun 1616 hingga 1628, Descartes betul-betul melompat ke sana kemari, dari
satu negeri ke negeri lain. Dia masuk tiga dinas ketentaraan yang berbeda-beda
(Belanda, Bavaria dan Honggaria), walaupun tampaknya dia tidak pernah ikut
bertempur samasekali.
Kemudian dia pindah ke Belanda pada tahun 1629
hingga tahun 1649. Di Belanda dia merasa nyaman dikarenakan dapat menyelesaikan
karyanya tanpa terganggu. Diantara
karya-karya yang termashur adalah Discours de la Methode (1637) dan Meditations
(1642). Di dalam kedua buku inilah ia menuangkan metodenya, metode keraguan
Descartes (Cartesian Doubt).
Pada
tahun 1649, dia dipanggil oleh Ratu Christina dari Swedia yang meminta dirinya
untuk memberi pelajaran kepada ratu setiap harinya. Pemanggilan ini diawali
korespondensi yang dilakukannya kepada ratu melalui Chanut, seorang duta besar
Prancis untuk Stockholm. Selanjutnya Chanut terserang penyakit dan Descartes
merawatnya hingga sembuh. Tetapi setelah itu giliran Descartes yang sakit yang
akhirnya menyebabkan meninggal dunia pada bulan Februari 1650.[4]
Descartes tidak pernah menikah akan tetapi dia
memiliki seorang anak di luar nikah yang meninggal pada umur 5 tahun. Selama
hidupnya, Descartes selalu berpakaian rapi dan juga selalu membawa sebilah
pedang. Dia bukanlah orang yang tekun, dia hanya bekerja dan sedikit membaca.[5]
Descartes adalah seorang filosof yang bercorak renaissance.
Dia adalah tokoh filsafat yang dijuluki sebagai “bapak filsafat modern”. Ia
mendapat julukan tersebut karena ia-lah yang pertama kali membangun filsafat
yang berdiri atas kepercayaan diri sendiri yang dihasilhan oleh pengetahuan
akliah pada zaman modern.
B. Pemikiran-Pemikiran Rene Descartes
1. Rasionalisme
Rasonalisme adalah paham filsafat yang menekankan bahwa
akal adalah alat untuk memperoleh dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain
akal sebagai sumber dari pengetahuan. Yang berarti mendahului atau lebih tinggi
dan terlepas dari persepsi-persepsi indera.[6]
Berlatar belakang seorang matematikus yang merupakan ilmu pasti dan sangat
mengandalkan akalnya, Cartesius berpendapat bahwa akal adalah sumber
pengetahuan, bukan bersumber pada doktrin-doktrin agama yang bersifat
spekulatif, yang pada saat itu merupakan paham yang paling berpengaruh.[7]
Pada masa itu lebih kita kenal dengan zaman skolastik.
Tujuan Descartes adalah untuk mendapat kejelasan tentang
segala sesuatu. Dan hal itu hanya bisa dicapai menggunakan akal untuk menilai
mana yang baik dan mana yang buruk, bukan yang lainnya.[8]
Dalam aliran rasionalisme pikiran bersifat pasti dan
tidak seluruhnya ditentukan oleh apa yang ada di luar akal. Karena
apa yang ada di luar akal dapat berubah-ubah. Seperti halnya pandangan Galilei
tentang gerak benda pada ruang kosong tidak terpengaruhi oleh berat benda.
Pandangan itu jauh melampaui Aristoteles
dan itu
bukan disebabkan oleh kualitas mata yang lebih baik atau kecepatan benda itu
yang berubah akan tetapi disebabkan pengetahuan yang berbeda.[9]
2. Keraguan (Cogito)
Metode ini adalah metode yangg ia gunakan untuk
berfilsafat. Descartes memulai dengan meragukan segala sesuatu yang dapat
diragukan. Mula-mula ia meragukan segala sesuatu yang dapat diindera. Ia
meragukan badannya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena adanya pengalaman
mimpi, halusinasi, ilusi, dan pengalaman roh halus.
Pada langkah awal ia dapat meragukan semua yang dapat
diindera. Dari semua yang dapat diindera, ada sesuatu yang muncul. Yang selalu
muncul itu adalah gerak, jumlah, dan besaran (volume). Setelah ia
mengujinya, iapun dapat meragukannya.[10]
Hanya ada satu yang tak bisa diragukan lagi. Tak
seorangpun bahkan iblispun tak bisa menipu kita. Apa itu ? yaitu: bahwa aku
ragu-ragu (aku meragukan segala sesuatu). Aku ragu-ragu atau aku
berfikir, dan oleh karena aku berfikir maka aku ada (cogito ergo
sum).
Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran
filsafat yang pertama (primum philosophicum). Aku berada karena aku
berfikir. Jadi aku ada adalah sesuatu yang berfikir, suatu subtansi yang
seluruh tabiat dan hakekatnya terdiri dari pikiran dan yang untuk berada tidak
memerlukan suatu tempat atau suatu bersifat bendawi. Cogito (aku
berfikir) adalah pasti, sebab cogito adalah jelas dan terpilah-pilah.
Ciri khas kebenaran yang dapat dipastikan adalah “jelas dan terpilah-pilah”.[11]
4. Ketuhanan
Dalam pemikirannya tentang Tuhan, Descrates memulai
dengan pertanyaan benarkah ada Tuhan? Siapakah Tuhan yang ada itu?. Dari
pertanyaan itu dia mulai mencari tahu sendiri tanpa berpegang pada yang lain
dan menjatuhkan pertanyaan itu padam dirinya sendiri sehingga mendapatkan
jawaban:
a.
Waktu saya merasa diri
saya sendiriberada dalam kekurangan, saya merasa ada zat yang benar-benar
sempurna. Dan ketika itu juga saya mau tidak mau harus mengakui bahwa perasaan
itu ditanamkan oleh zat yang sempurna itu, yang tidak ada kekurangan
sedikitpun, dan zat itu adalah Tuhan.
b.
Saya tidak dapat
menjadikan diri saya sendiri. Sebab jika saya menjadikan diri saya sendiri,
pastilah saya akan memberikan segala kesempurnaan pada diri saya. Karena saya
tidak bisa memberi kesempurnaan itu, maka itu adalah tanda bahwa bukan saya
yang menjadikan diri saya.[12]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan segala
sesuatu yang sudah jelas dan terang (terpilah-pilah) adalah benar pula. Hal ini
sudah menjamin tentang adanya Tuhan, sebab mustahil bahwa gambaran-gambaran
yang jelas dan terang benerang sebagaimana telah ditanamkan ke dalam jiwa kita
oleh Tuhan (Tuhan sendiri merupakan kebenarannya) adalah gambaran-gambaran yang
tidak jelas. Jadi adanya Tuhan itu merupakan suatu hal yang pasti.[13]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rene Descartes adalah filosof dari`Prancis. Ia adalah
seorang filosof yang bercorak renaissance. Ia juga dijuluki sebagai
bapak filsafat modern dan juga filosof beraliran rasionalisme.
Rasonalisme adalah paham filsafat yang menekankan bahwa
akal adalah alat untuk memperoleh dan mengetes pengetahuan, dengan kata lain
akal sebagai sumber dari pengetahuan.
Inti pemikiran Rene Descartes adalah aku ragu-ragu, atau
aku berfikir, oleh karena aku berfikir maka aku ada. Hal ini lebih terkenal
ddengan metode cogito.
Descartes menjamin tentang adanya Tuhan, sebab mustahil
bahwa gambaran-gambaran yang jelas dan terang benerang sebagaimana telah
ditanamkan ke dalam jiwa kita oleh Tuhan (Tuhan sendiri merupakan kebenarannya)
adalah gambaran-gambaran yang tidak jelas. Jadi keberadaan Tuhan itu hal yang
pasti.
Mungkin hanya ini makalah tentang Rene Descartes yang
dapat kami persembahkan. Makalah jauhlah dari kata sempurna. Karena kurangnya
pengetahuan kami. Untuk itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Brouwer, M.A.W. dan M. Puspa Heryadi. 1986. Sejarah Filsafat Barat
Modern dan Sezaman.
Bandung: Alumni
Gaarder, Jostein. 2006. Dunia Shopie. Bandung: PT
Mizan Pustaka
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2.
Yogyakarta: Kanisius
Hart, Michael H. 1978. Seratus Tokoh yang Paling
Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
Ismail, Fu’ad Farid dan Mutawalli Abdul Hamid. 2012. Cara
Mudah Belajar Filsafat Barat dan Islam. Yogyakarta: Ircisod
M, A. Epping O. F. Dkk. 1983. Filsafat Ensie.
Bandung: Jemmars
Russel,
Bertrand. 2002. Sejarah Filsafat
Barat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Penulis Rosda. 1995. Kamus Filsafat. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Wiramiharja, Sutardjo A.. 2007. Pengantar Filsafat.
Bandung: Refika Aditama
Ya’kub,
Hamzah. 1984. Filsafat Ketuhanan. Bandung: Alma’arif
[1] Prof. Dr. Sutardjo A.
Wiramiharja, Psi. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama.
Hlm.9-10
[2] Fu’ad Farid Ismail dan
Mutawalli Abdul Hamid. 2012. Cara Mudah Belajar Filsafat Barat dan Islam.
Yogyakarta:Ircisod. Hlm.18
[3] Michael H. Hart. 1978.
Diterjemahkan oleh H. Mahbub Junaidi. 1982. Seratus Tokoh yang Paling
Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. ebook
[9] Drs. M.A.W. Brouwer dan M. Puspa Heryadi, B. Ph. 1986. Sejarah Filsafat
Barat Modern dan Sezaman.
Bandung: Alumni.
hlm.53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar