Minggu, 05 Juni 2016

Periode Tiga Kerajaan Besar



PERIODE TIGA KERAJAAN BESAR (TURKI USMANI, SAFAWI DAN MUGHAL)

I. PENDAHULAN

Kesempurnaan ajaran Islam telah berhasil membuat perubahan besar bagi peradaban manusia. Sejarah mencatat, sejak ajaran yang dibawa Muhammad saw tersebut disampaikan kepada umat manusia, mampu membuat kemajuan disemua bidang kehidupan, bukan hanya bidang duniawi semata tetapi juga bidang social budaya, mental dan spiritual. Bangsa Arab, tempat diturunkannya ajaran Islam, sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang diliputi zaman jahiliyah, setelah Islam datang mereka mampu tampil menjadi bangsa yang berperadaban dan meraih kehidupan yang maju serta menjadi pelopor di antara bangsa-bangsa yang lain.
Madinah sebagai awal terbentuknya masyarakat yang menerapkan kehidupan yang dijiwai dengan ajaran Islam, dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, dilanjutkan oleh Khulafa al-Rasyidin, Bani Umayah, Bani Abasiyah hingga keberbagai wilayah di permukaan bumi, termasuk dinasti Turki Usmani, dinasti Mughal dan dinasti Safawiyah.
Makalah ini akan mencoba membahas tiga dinasti terakhir yang tersebut di atas, perkembangannya, kemajuan-kemajuan yang dicapai pada zamannya masing-masing serta kemundurannya dari berbagai sumber yang dapat menjelaskannya. Dalam pembahasan ini penulis mulai dari dinasti Kerajaan Turki Usmani kemudian Kerajaan Mughal dan terakhir Kerajaan Safawi dengan pertimbangan dari yang paling lama keberadaannya dan paling besar.

II. PEMBAHASAN

A. Kerajaan Turki Usmani
1. Sejarah Perkembangannya
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh Usman (memerintah antara tahun 1290 – 1326), ia anak dari Ertoghrul yang merupakan keturunan kabilah Oghuz di daerah Mongol. Karena jasanya dalam membantu Raja Alaudin, raja kerajaan Seljuk dalam merebut wilayah Bizantium, maka ia diberi tanah di daerah Asia Kecil. Setelah Raja Alaudin tewas akibat serangan tentara Mongol, Usman menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dan raja pertamanya Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setapak demi setapak Usman memperluas wilayahnya dengan menduduki wilayah Bizantium dan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 kota tersebut dijadikan ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H/ 1326 M- 761 H/ 1359 M) berhasil menaklukkan Azmir (Smirna) pada tahun 1327 M< kemudian Thawasyanli tahun 1330 M, wilayah Uskandar tahun 1338 M, Ankara tahun 1354 M, dan Gailpoli tahun 1356 M di Eropa berhasil diduduki kerajaan Turki Usmani.
Perluasan wilayah diteruskan oleh pengganti Orkhan yaitu Murad I (memerintah tahun 761 H/ 1359 M- 789 H/ 1389 M) antara lain Macedonia, Sopia, Salonia, Yunani dan Adrianopel yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan. Ketika akan menaklukkan Konstantinopel, masa pemerintahan raja Bayazid, terjadi pertempuran hebat antara tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk yang saat itu menduduki Asia Kecil. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan, Raja Bayazid dan puteranya Musa ditawan hingga tewas di dalam tahanan tahun 1403.2 Pemerintahan diteruskan oleh anak Bayazid yaitu Muhammad I (1403 – 1421 M). Ia berusaha menyatukan kembali kerajaan setelah diserang oleh tentara Mongol. Usahanya tersebut diteruskan oleh Murad II (1421 – 1451 M).
Pada masa pemerintahan Muhammad II atau disebut Muhammad al-Fatih (1451 – 1481) mampu mengalahkan Bizantium dan Konstantinopel hingga menguasai wilayah Balkan. Perluasan ke wilayah timur meliputi Iran, Mekah, Madinah, dan Arabia. Sedangkan diselatan berhasil menguasai Afrika bagian utara. Saat itu Turki Usmani mengalami masa kejayaannya. Sepeninggal Muhammad al-Fatih diteruskan oleh Bayazid II (1481 – 1512 M), kemudian diteruskan oleh Sultan Salim I (1512 – 1520 M). Pada saat itu wilayah kekuasaan mencapai Persia, Syiria hingga wilayah dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Salim I diteruskan oleh Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M). Ia berhasil merebut wilayah Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest hingga Yaman. Secara keseluruhan wilayah Turki Usmani meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hejaz dan Yaman di Asia, di Afrika meliputi Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair, di Eropa mencakup Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.

2.   Kemajuan yang di Capai
a. Bidang Politik dan Militer
Kemajuan kerajaan Turki Usmani bukan hanya karena factor pemimpinnya, tapi juga factor lain sebagai karakter rakyatnya, seperti keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja dan dimana saja. Pasukan militer yang tangguh itu terdiri dari gabungan orang-orang Turki, para budak, dan anak-anak Kristen yang dididik dalam asrama. Program ini disebut Jennisari atau Inkisyariyah. Selain pasukan militer tersebut juga dilengkapi dengan pasukan penyerbu di wilayah perbatasan yang digaji dengan pembebasan pajak. Kemajuan bidang militer ini terjadi pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566).
Pada abad ke-16 hampir semua wilayah muslim di Timur Tengah menjadi bagian kekuasaan dinasti Turki Usmani, sehingga diklaim sebagai sebuah kekhalifahan Abbasiyah. Karena itu, sejak kepemimpinan Sultan Salim, para penguasa Usmani bergelar khalifah. Sultan memegang kekuasaan tertinggi dibantu oleh Perdana Menteri (yang disebut Shadr al-A’zham) yang membawahi Gubernur (Pasya).
Urusan pemerintahan pada masa Sultan Sulaiman I diatur dengan sebuah kitab Undang-undang (Qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur, dan berlaku hingga datangnya reformasi pada abad ke-19.

b. Bidang Ilmu Pengetahuan, Budaya dan Agama
Bangsa Turki Usmani banyak menghasilkan seni arsitektur Islam, tetapi kurang dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga dalam catatan sejarah tidak ditemukan ilmuwan terkenal. Masjid Jami’ Muhammad al-Fatih, Mesjid Agung Sulaiman, dan Mesjid Sultan al-Anshari terkenal dengan hiasan kaligrafi yang indah. Masjid Aya Sofia yang mulanya gereja merupakan yang paling indah kaligrafinya sebagai penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.  Ada satu prestasi pembangunan yang sangat berpengaruh bagi dunia yaitu Terusan Suez, yang dibuka pada tahun 1285 H/ 1868 M, ketika Abdul Azis bin Mahmud berkuasa.
Dalam bidang keagamaan Turki Usmani juga tidak tampak kemajuan yang berarti. Ulama hanya suka menulis buku berupa syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya klasik.

B. Kerajaan Mughal di India
1. Sejarah dan Perkembangannya
Kata “Mughal” dalam bahasa Parsi adalah panggilan bagi bangsa Mongol dan turunan Mongolia. Dinasti Mughal (1256 – 1858 M) merupakan kekuasaan Islam terbesar di anak benua India, yang didirikan oleh Zahiruddin Babur (932-937 H/1526-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Sedangkan menurut Ahmad al-Usyairi, dia adalah pengawal Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana, sedangkan ibunya adalah keturunan Jenghis Khan. Kekuasaannya meliputi daerah India, Pakistan, Bangladesh dan Kashmir sekarang.
Kekuasaan dinasti Mughal India memberi sumbangan berarti bagi perluasan kekuasaan politik Islam di anak benua India. Setelah memproklamasikan dinasti tersebut Babur segera melakukan penaklukan terhadap beberapa gubernur, seperti Mahmud Lodi (1529 M), pemimpin dinasti Sayid di Delhi, dan menjadikan Delhi sebagai ibukota kerajaan. Menyusul kemudian penguasa Bengal, Nusrat Syah.
Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun. Ia telah meninggalkan kerajaan dengan wilayah yang luas. Sebagai pengganti adalah anaknya bernama Humayun (1530 – 1540 M, dan 1555 – 1556 M). Sepuluh tahun memerintah, ia dikalahkan oleh Syair Syah, raja Afghanistan, dan mengasingkan diri ke Persia selama lima belas tahun.  Pada tahun 1555 M, Humayun berhasil membalas kekalahannya dan merebut kembali Delhi dari kekuasaan Syair Syah. Setahun kemudian ia meninggal dunia, digantikan oleh anaknya yakni Akbar Khan (1556-1605 M).
Nama lengkapnya Jalaluddin Akbar. Sewaktu naik tahta baru berusia 15 tahun, sehingga dalam menjalankan pemerintahan ia dibantu oleh Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masanya, seluruh wilayah India, Bangladesh, Afghanistan, Sind, dan Khasmir berhasil dikuasainya. Tetapi saying, dalam bidang agama dia telah menyimpang dari akidah Islam dan merugikan Islam. Ia mendukung tarekat Chistiyah yang mentolerir bentuk sintesa Hinduisme dan Islam dan melancarkan suatu cara pemujaan yang disebut Din Ilahi, atau agama ketuhanan, dengan sang Kaisar sebagai guru besar sufi tersebut.
Setelah Akbar, maka penguasa selanjutnya adalah Jahangir (1605-1628 M), putera Akbar. Jahangir penganut ahlussunah wal Jama’ah. Pemerintahan Jahangir juga diwarnai dengan berbagai pemberontakan. Pemberontakan juga muncul dari dalam istana yang dipimpin oleh Kurram, puteranya sendiri. Dengan bantuan panglima Muhabbat Khar, Kurram menangkap dan menyekap Jahangir. Tetapi berkat usaha permaisuri, permusuhan ayah dan anak dapat didamaikan.
Setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta dan bergelar Muzaffar Shahabuddin Muhammad Syah Jehan Padshah Ghazi. Syah Jehan (1627-1658 M), pemerintahannya diwarnai dengan timbulnya pemberontakan dan perselisihan dikalangan keluarga sendiri. Seperti dari adiknya Syahriar yang mengukuhkan dirinya sebagai kaisar di Lahore. Namun pemberontakan itu dapat diselesaikannya dengan baik.
Pada tahun 1657 M, Syah Jehan jatuh sakit dan mulai timbullah perlombaan dikalangan anak-anaknya, karena ingin saling menjadi kaisar. Dalam pertarungan itu, Aurangzeb muncul sebagai pemenang karena telah berhasil mengalahkan saudara-saudaranya Dara, Sujak, Murad.
Aurangzeb adalah penguas Mughal yang berbeda dengan pendahulunya. Ia mengubah kebijakan yang cenderung tidak kooperatif dengan umat Hindu. Diantara kebijakannya adalah melarang minuman keras, perjudian, prostitusi dan penggunaan narkotika (1659 M). Aurangzeb juga melarang pertunjukan music di Istana, membebani non muslim dengan poll-tax, yaitu pajak untuk mendapatkan hak memilih (1668 M), menyuruh perusakan kuil-kuil Hindu dan mensponsori pengkodifikasian hokum Islam yang dikenal dengan Fatawa Alamgiri.
Tindakan Aurangzeb di atas menyulut kemarahan orang-orang Hindu. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan dimasanya. Namun karena Aurangzeb sangat kuat, pemberontakan itu pun dapat dipadamkan, tetapi tidak sepenuhnya tuntas. Hal ini terbukti ketika Aurangzeb meninggal (1707 M), banyak wilayah-wilayah memisahkan diri dari Mughal dan terjadi pemberontakan oleh golongan Hindu.
Setelah Aurangzeb meninggal (1707 M), maka dinasti Mughal ini dipimpin oleh Sultan-sultan yang lemah yang tidak dapat mempertahankan eksistensi kesultanan. Pada tahun 1152 H/ 1739 M, Nadir Syah dari Iran menyerbu India hingga menduduki Delhi. Pada tahun 1162 H/1748 M, raja Afghanistan, Ahmad Syah al-Abdali juga menyerang India dan berhasil merebut Lahore, Delhi dan wilayah lainnya.  Setelah itu, raja-raja Mughal hidup dibawah kekuasaan orang-orang Hindu atau Inggris, hingga kaisar terakhir Bahadur Syah diasingkan ke Burma pada tahun 1275 H/1858 M hingga meninggal. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Mughal.

2. Kemajuan yang di Capai
a. Dinamika Sosial Keagamaan
Penduduk mayoritas di anak benua India beragama Hindu, Muslim merupakan kelompok minoritas. Mereka tidak membentuk sebuah komunitas tunggal tetapi terdiri dari berbagai kelompok etnik, nasab, dan sejumlah kelas penduduk.  Muslim India membentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat sufi, dan persekutuan terhadap ajaran syaikh, ulama, dan wali individual.
Pada dinasti Mughal berkembang Thariqat Naqshabandiyah, Qadiriyah, Thariqat Chistiyah, Akbar mendukung thariqat Chistiyah yang mentolerir beberapa bentuk pemujaan yang dinamakan Din Ilahi, atau agama ketuhanan yang merupakan sintesa antara Hinduisme dan Islam, dimana sang raja dipandang sebagai guru besar dari thariqat tersebut. Thariqat Chistiyah dibentu berdasarkan pandangan religius pribadi sang guru pendiri dan kebaktian pribadi dari pada muridnya.

b. Dinamika Pemerintahan dan Sosial Politik
Sistem pemerintahan dinasti Mughal adalah militeristik. Pemerintah pusat dipegang oleh Sultan yang bersifat diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh sipah salar  atau kepala komandan, sedangkan sub distrik dipegang oleh faudjar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga memakai jenjang militer dimana para pejabatnya diwajibkan mengikuti latihan militer.
Sistem yang menonjol adalah politik ”Sulakhul” atau toleransi universal, yang diterapkan oleh Akbar. Dengan politik ini semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama. Secara umum politik “Sulakhul” ini berhasil menciptakan kerukunan masyarakat India yang sangat beragam suku dan keyakinannya. Lembaga yang merupakan produk dari sistem politik “Sulakhul”  adalah terciptanya Din Ilahi, yaitu menjadikan semua agama yang ada di India menjadi satu. Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan adanya penyatuan agama ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar pemeluk agama. Usaha lain Akbar adalah membentuk mansabdharis, yaitu lembaga public service  yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan, seperti menyiapkan sejumlah pasukan tertentu. Lembaga ini merupakan satu kelas penguasa yang terdiri dari berbagai etnis yang ada, yaitu Turki, Afghan, Persia dan Hindu.

c. Bidang Ekonomi dan Keuangan
Pada masa kerajaan ini dikenal beberapa macam pajak seperti pajak atas tanah, bea cukai dan lain-lain. Selain itu kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama pertanian untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Di samping pertanian, pemerintah juga memajukan industri tenun berkembang menjadi pabrik tekstil pada masa Aurangzeb.

d. Dinamika Intelektual (Pendidikan dan Pengetahuan)
Dinasti Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri dinasti ini banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan, bahkan istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Pada masa Mughal, tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru.
Pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika pemerintah dipegang oleh Aurangzeb. Di bidang ilmu agama berhasil dikodifikasikan hukum Islam yang di kenal dengan sebutan fatawa I Alamgiri.
Dokter-dokter pengarang besar abad 17 pada masa Mughal India adalah Dara Shukuh yang mengarang kedokteran Dara Shukuh, yang merupakan ensiklopedia medis besar terakhir dalam Islam. Ia juga dikenal sebagai seorang sufi.

e. Bidang Arsitektur , Bahasa dan Sastra
Hasil karya seni dan arsitektur Mughal sangat terkenal dan bisa dinikmati sampai sekarang. Cirri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan cirri ini antara lain : benteng merah (Lah Qellah,), istana-istana makam kerajaan dan yang paling mengagumkan adalah Taj Mahal.29  Taj Mahal adalah kuburan isteri Syah Jehan yang meninggal terlebih dahulu. Kemudian dia juga dikuburkan disana setelah wafat.
Bahasa Urdu pernah dijadikan bahasa ilmu pengetahuan, diantaranya karangan Ikhwanus Shofa disalin ke dalam bahasa Urdu. Bahasa Urdu ini kemudian banyak dipakai di India dan Pakistan hingga sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayashi, dengan karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung kebajikan jiwa manusia. Sastrawan lain adalah Abu Fadhl yang juga sejarawan. Karyanya berjudul Akbar Nama dan Ain-I-Akhbari, yang mengupas sejarah Mughal berdasarkan figur pimpinannya.

C. Kerajaan Syafawi
1. Sejarah Perkembangannya
Dinasti Syafawi dirintis oleh seorang tokoh sufi yang bernama Ishaq Shafi al-Din (w.1334 M). Ia mewarisi ayahnya Firuz Syah yang juga pemimpin sufi di wilayah Persia. Ia tinggal di Ardabil, Azerbaijan, dan memimpin sebuah tarekat yang disebut Syafawiyah. Ia berhasil membawa gerakan sufi menjadi gerakan sosial yang berpengaruh tidak hanya di Persia, tetapi juga di Syuriah dan Anatolia.31 Perjuangannya diteruskan oleh puteranya bernama Sadr al-Din, yang memimpin tarekat tersebut dari tahun 1334-1391 M. Berikutnya, tarekat Syafawi dipegang oleh Ibrahim, kemudian diteruskan oleh anaknya bernama Junaid (1447-1460), keadaan telah berubah. Sepeninggalnya, gerakan sufi ini menjadi sebuah kekuatan politik yang berpengaruh dan menjelma menjadi dinasti baru yang berkuasa dari tahun 1501-1722.32 Nama Syafawi dijadikan sebagai nama dinasti ini.
Pemerintahan Kerajaan Syafawi adalah pemerintahan Syi’ah. Penguasa pertamanya yakni Ismail bin Haidar (907-930 H/ 1502-1523 M) dan menjadikan Tibriz sebagai ibukotanya. Daerah kekuasaannya meliputi seluruh wilayah Iran, Bashrah, Khurasan, Afghanistan, dan negeri-negeri Furot. Sekitar sepuluh tahun pada awal pemerintahannya, ia manfaatkan dengan memantapkan mazhab Syiah sebagai aliran Negara. Di samping itu, ia memperluas kerajaannya meliputi Persia. Pada tahun 1503 M tentara Ismail berhasil melakukan penaklukan terhadap propinsi Kaspia di Mazandaran, Gurgan, Yazdshirvan, dan Samarqand. Pada tahun 1510 M ia melakukan peperangan dengan raja Turkistan. Dalam peperangan itu, ia memperoleh kemenangan.
Sepeninggal Ismail, raja-raja yang menggantikannya tidak begitu berarti dalam mengembangkan kerajaan Syafawi, seperti Syah Tahmasib (1524-1576 M) dan Mahmud (1577-1587 M).
Raja yang dianggap paling berjasa dalam memulihkan kebesaran Kerajaan Syafawi, sekaligus membawanya kepuncak kemajuan adalah Syah Abbas yang berkuasa pada tahun 1587-1629 M. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Syah Abbas antara lain :
a.    Melengkapi pasukan Qizilbash dengan pasukan baru dari kalangan budak berasal dari tawanan perang yang berkebangsaan Georgia, Armenia, dan Sircassia.
b.    Mengadakan hubungan dengan dua penasehat militer Inggris, Sir Antony dan Sir Robert Sherley untuk memperkuat tentara dalam rangka mengusir Portugis di Hurmuz.
c.    Memindahkan ibukota kerajaan ke Isfahan.

2. Kemajuan yang di Capai
a. Dinamika Politik dan Militer
Kemajuan politik yang telah dicapai tergambar dalam perluasan wilayahnya yang mencakup daerah Khurasan sebelah Timur, sekitar laut Kaspia di sebelah Utara, Asia Kecil di sebelah Barat, dan Kepulauan Hormuz disebelah Selatan. Kekuatan militer dinasti Syafawi yang militan baik dari pasukan inti Qizalbash maupun Ghulam merupakan faktor yang dominan bagi perluasan wilayah. Adapun faktor lain yang mendukungnya antara lain :
1.      Besarnya ambisi para raja untuk mewujudkan kerajaan besar dibawah kekuasaan  aliran Syiah.
2.      Gencarnya melakukan propaganda ajaran Syiah.
3.      Lemahnya kontrol militer daerah yang berada dibawah kekuasaan Turki Usmani maupun Mongol karena jauh dari pusat kekuasaan mereka masing-masing.
4.      Lihainya para raja dalam melakukan strategi perang.

b. Dinamika Ekonomi dan Pembangunan
Syafawiyah mampu membangun proyek-proyek mercusuar. Misalnya istana, masjid-masjid yang indah, jembatan besar, taman, dan lain-lain. Ketika Abbas wafat di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.38 Mereka juga dapat memajukan industry permadani, brokad (kain sutera), porselin, memajukan seni lukis, dekorasi, dan seni arsitektur. Berkat dikuasainya kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumbrun, maka Syafawi menguasai jalur perdagangan antara Timur dan Barat, yang diperebutkan Belanda, Inggris dan Perancis, sepenuhnya dikuasai Syafawi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar